KHULAFAUR RASIDIN
MAKALAH
Diajukan
sebagai bahan diskusi kelompok dalam perkuliahan Sejarah Peradaban Islam di
bawah bimbingan Bapak Bukhori Muslim.
Disusun
oleh :
Ika Apriani 1127060040
PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOG
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Periode Khulafaur Rasyidin”,
makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam di bawah bimbingan Bapak Bukhori Muslim.
Kami menyadari bahwa selama penulisan banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Bukhori
Muslim, selaku dosen mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini;
- Rekan-rekan
seangkatan yang telah memotivasi kami untuk menyelesaikan penyusunan
makalah ini;
- Semua
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih
banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam penyempurnaaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan manfaat demi kelancaran proses diskusi. Amiin.
Bandung,
Februari 2014
Penulis
BAB
I PENDAHULUAN
Khulafaur-Rasyidin berasal
dari kata khulafa’ dan ar-rasyidin. Kata khulafa, merupakan jamak dari kata khalifah artinya pengganti sedangkan kata
ar-rasyidin artinya
mendapat petunjuk. Jadi khulafaurrasyidin menurut bahasa adalah orang
yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau penguasa yang selalu mendapat
petunjuk dari Allah SWT. Khulafaurrasyidin menurut istilah adalah pemimpin umat
dan kepala negara yang telah mendapat petunjuk dari Allah SWT untuk meneruskan
perjuangan Nabi Muhammad saw.[1]
Secara teknis, term al
khulafa al rasyidin berasal dari sebuah riwayat yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang bersabda “Umatku kelask akan terpecah pecah menjadi 73
golongan semuanya akan ditempatkaan di neraka, kecuali 1 golongan saja. Apa
yang satu golongan itu ? tanya seorang sahabat. Nabi saw menjawab : mereka yang
taat pada sunahku dan sunah al khulafa al rasyidin”[2]. Masa
Khulafaur Rasyidin yang lamanya tidak lebih dari tiga puluh tahun, dimulai
sejak tahun 11-41 H./632-661 M. Pada masa ini mereka menjadi sangat istimewa
karena mengikuti manhaj Rasulullah secara sempurna sesuai dengan jalan lurus
yang diridhoi oleh Allah untuk hamba-hambanya.[3] Para
pemimpin Khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang sahabat Rasulullah Yaitu:
Abu Bakar Siddiq Umar Ibn Khattab Utsman Ibn Affan. Ali Ibn Abi Thalib
Kami sebagai penulis memandang
mempelajari sejarah peradaban yang di bangun oleh keempat kholifah ini sangat
penting, karena zaman ini sudah merindukan kholifah yang memegang sunnah rasul
dan sunnah para sahabat agar umat manusia bisa merasakan kedamaian seperti
kedamaian yang diberikan oleh keempat kholifah ini.
Pembentukan kekhilafahan
keempat khulafaur rasyidin ini sangat berbeda begitu pun dengan sistem yang
disajikan. Kepemimpinan keempat khilafah ini memegang teguh syariat islam
meskipun dengan cara yang berbeda, keempat kholifah inipun memberikan
kontribusi yang sangat besar bagi peradaban islam.
\
BAB
II ISI
1.1 Pembentukan Kekhilafahan dan Sistemnya
a. Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq ( (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M)
a. Riwayat
Hidup
Nama
beliau -menurut pendapat yang shahih- adalah Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin
‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taiym bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyi At
Taimi.[4] .
Sebagian ulama
berpendapat bahwa alasan beliau dijuluki ‘Atiq karena beliau tampan. Sebagian mengatakan
karena beliau berwajah cerah. Pendapat lain mengatakan karena beliau selalu
terdepan dalam kebaikan. Sebagian juga mengatakan bahwa ibu beliau awalnya
tidak kunjung hamil, ketika ia hamil maka ibunya berdoa,
اللهم إن هذا عتيقك من الموت ،
فهبه لي
“Ya Allah, jika anak ini engkau bebaskan dari maut,
maka hadiahkanlah kepadaku”
Sedangkan julukan Ash
Shiddiq didapatkan karena
beliau membenarkan kabar dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam dengan kepercayaan
yang sangat tinggi. Sebagaimana ketika pagi hari setelah malam Isra Mi’raj,
orang-orang kafir berkata kepadanya: ‘Teman kamu itu (Muhammad) mengaku-ngaku
telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam’. Beliau menjawab:
إن كان قال فقد صدق
“Jika ia berkata demikian, maka itu benar”
Allah Ta’ala pun menyebut beliau sebagai Ash Shiddiq:
وَالَّذِي جَاء بِالصِّدْقِ
وَصَدَّقَ بِهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Az
Zumar: 33)
Tafsiran para ulama tentang ayat ini, yang dimaksud
‘orang yang datang membawa kebenaran’ (جَاء
بِالصِّدْقِ) adalah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
Wasallam dan yang dimaksud
‘orang yang membenarkannya’ (صَدَّقَ بِهِ)
adalah Abu Bakar Radhiallahu’anhu.
Beliau juga dijuluki Ash Shiddiq karena beliau adalah
lelaki pertama yang membenarkan dan beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah menamai beliau dengan Ash
Shiddiq sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari:
عن أنس بن مالك رضي
الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم صعد أُحداً وأبو بكر وعمر وعثمان ، فرجف بهم
فقال : اثبت أُحد ، فإنما عليك نبي وصديق
وشهيدان
“Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menaiki gunung Uhud bersama Abu Bakar,
Umar dan ‘Utsman. Gunung Uhud pun berguncang. Nabi lalu bersabda: ‘Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi,
Ash Shiddiq (yaitu Abu Bakr) dan dua orang Syuhada’ (‘Umar dan ‘Utsman)” [5]
Beliau ikut bersama-sama nabi hijrah ke madinah dan
bersama nabi pula bersembunyi di gua tsur. Dari lama dan eratnya hubungan
persahabatan beliau dengan rasulullah serta kejujuran dan kesucian hatinya
beliau dapat mendalami jiwa dan semangat islam lebih dari pada yang didapat
orang-orang islam lainnya[6]. Beliau meninggal pada tanggal 22 Jumadil
Akhir tahun 13 H atau 23 Agustus 634 H karena sakit setelah menjalankan tugas
sebagai khalifah selama 2 tahun 3 bulan 10 hari.[7]
Sewaktu abu abkar diangkat menjadi khalifah sebagai
pengganti Nabi mengepalai negara madinah, beliau berkata dalam pidatonya antara
lain “ aku baru saja di angkat menjadi pemimpin bagi kamu sekalian sedang aku
bukanlah yang terbaik diantara kamu. Apabila aku berjalan lurus bantulah aku,
tetapi jika aku salah jalan, luruskanlah aku[8]
b. Proses
pengangkatan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq
Dalam catatan sejarah, pengangangkatan Abu Bakar r.a
sebagai kahlifah mengalami polemik di kalangan para sahabat. Dalam proses
pemilihannya terjadi hal-hal yang kurang damai antara kaum Anshor dan
Muhajirin. Kaum Anshor sebagai penduduk asli mengklaim bahwa mereka memiliki
lebih banyak andil dalam menyiarkan Islam dan memiliki sumber daya manusia yang
tidak kalah kualitasnya dibandingkan kaum Muhajirin. Dengan demikian mereka
melakukan musyawarah di suatu tempat di Bani Sai’dah untuk memilih dan membaiat
Sa’id bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku Khazraj.[9]
Dengan diplomasi dan kerja sama
antara Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a dan Abu Ubaidah bin Jarrah, maka
Umar bin Khattab r.a mengangkat tangan Abu Bakar r.a serta mengucapkan baiatnya
setianya kepada Abu Bakar r.a sebagai pemimpinnya, lalu hal yang serupa juga
dilakukan oleh Ubaidah bin Jarrah. Terobosan dan spekulasi mereka ini ternyata
menghasilkan nilai positif untuk keberhasilan gagasan mereka dalam mengangkat
Abu Bakar r.a sebagai khalifah.[10]
Abu Bakar r.a kemudian dibaiat
secara umum pada ke-esokan harinya di masjid Nabawi, keluarga dekat Nabi termasuk Ali (menantu
Rasulullah) tak ikut campur dalam kompromi kepemimpinan karena sibuk mengurusi
jenazah dan penguburan Nabi, Ali baru menyatakan baiatnya sesudah istrinya,
fatimah, wafat lebih kurang 75 hari sesudah wafatnya rasulullah SAW
Pada kesempatan ini ia mengucapkan pidato
pertamanya sebagai khalifah. Maka sejak saat itu kepimimpinan ummat berada di
tangan Abu Bakar r.a dengan gelar kahlifah Rasulullah (pengganti rasul) yang
dalam perkembangan selanjutnya disebut sebagai khalifah saja. Khalifah adalah
pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin ada dan kepala pemrintahan.[11]
c.
Sistem
Kekhalifahan Abu Bakar Al-Shiddiq
1. Dinamika agama.
Ada beberapa
gejala yang sungguh umum yang terjadi tidak lama setelah kematian Muhammad saw.
Beberapa dari kalangan yang bukan Arab Quroisy kemudian menyatakan kemerdekaan
mereka karena menganggap bahwa ketundukan itu hanyalah berlaku kepada Muhammad
saw, sang rasul. Pembangkangan-pembakangan yang terjadi pada masa Abu Bakar r.a
ini juga dibarengi dengan munculnya beberapa orang yang mengaku sebagai nabi
baru dan mendakwakan agama ke kaumnya. Selain itu juga muncul juga gerakan
untuk mogok bayar zakat, dengan anggapan bahwa zakat itu hanya wajib apabila
Muhammad ada.
Masalah
kematian Rasulullah saw, memang telah membawa dampak yang sungguh besar dalam
ke-imanan seseorang kala itu. Krisis ini tidak hanya menerpa mereka yang memang
jauh dari Madinah, atau jauh dari Rasulullah, akan tetapi juga dialami beberapa
sahabat.
Masyarakat
muslim kala itu memang tidaklah se-heterogen bila dibandingkan pada masa
selanjutnya, akan tetapi beberapa elemen penyusun dasar masyarakat sudah mulai
bervariasi. Otomatis tingkat kepatuhan, keyakinan, minat terhadap Islam, motivasi
untuk memeluk agama Islam pada masa Rasulullah pasti berbeda-beda. Bisa jadi
ada yang motivasinya hanyalah penyelamatan diri dari serangan-serangan Arab,
atau juga bisa jadi hanya menghindari beban upeti kepada mereka.[12]
Kemudian
dengan meninggalnya nabi Muhammad saw, anggapan bahwa zakat tidak perlu lagi
dibayar serta mertapun muncul. Meskipun beberapa kejadian ini mempunyai
indikasi lain yang tidak kalah pentingnya, yakni hanya sebuah usaha agar tidak
membayar pajak, akan tetapi kedoknya adalah benar-benar agama, hingga mereka
yang melancarkan gerakan nabi palsu, mogok zakat dan lain sebagainya disebut
sebagai murtad.[13]
Ada beberapa kelompok yang melakoni
gerakan riddah ini, mereka adalah:[14]
§
Bani Amir dan Hawazan dan Sulaim.
§
Musailamah yang mengaku sebagai nabi
baru.
§
Penduduk Bahrain.
§
Penduduk Oman dan Mahrah.
§
Penduduk Yaman dalam dua kali
gelombang.
§
Penduduk Hadramaut dan Kinda
Abu Bakar sibuk untuk mengurusi
masalah-masalah yang seperti ini yang semuanya berlangsung pada tahun awal
pemerintahannya yakni tahun 11 H, hingga beliau tidak sempat memikirkan
ekspansi ke luar kecuali hanya sedikit, selain memang masa kepemimpinan beliau
memang yang paling singkat dibanding para penerusnya. Tapi akhirnya Abu Bakar
berhasil meredam seluruh gerakan ini dengan mengirimkan pasukannya. Karena
memang riddah dalam keyakinan ummat Islam adalah harus dibunuh hingga mati atau
kembali ke dalam Islam maka begitu juga dengan perintah Abu Bakar r.a kepada
para pemimpin pasukan.
2. Dinamika Sosial.
Sebenarnya masyarakat muslim, yang
terdiri dari banyak element dan suku terancam hancur persatuannya pada
peristiwa Saqifah. Sejumlah kalangan pengungsi dari Mekkah dan beberapa klan
lemah di Madinah juga beberapa orang yang melepaskan diri dari klannya bersatu
untuk memikirkan suksesi Abu Bakar r.a dan menghalangi kalan Khazraj untuk
memilih pemimpin sendiri karena hal ini akan sangat rentan dengan munculnya
permusuhan di kalangan elit politik dan masyarakat.[15]
Selain itu dalam beberapa kisah,
yang coba diabaikan beberapa kalangan, disebutkan bahwa terjadi ketegangan
antara bani Hasyim dengan Abu Bakar dan suksesornya Umar bin Khattab.[16]
Dalam beberapa riwayat seperti yang dituturkan oleh Muhammad Haikal disebutkan
bahwa Abu Bakar dan Umar bin Khattab mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan
membawa sekelompok pasukan untuk meminta baiat Ali bin Abi Thalib. Aka tetapi
Ali bin Abi Thalib dan beberapa anggotanya menghadap mereka dengan pedang di
tangannya, hingga terjadi adu fisik antara Ali bin Abi Thalib r.a dan Umar bin
Khattab r.a.[17]
Abu Bakar r.a adalah salah satu
figur yang dihormati oleh masyarakat, selain karena beliau termasuk sahabat
paling dekat dengan nabi, ia juga termasuk salah satu orang yang paling pertama
memeluk Islam dan mertua Rasulullah saw, akan tetapi Ali bin Abi Thalib r.a
sedikitpun tidak kalah wibawanya dibandingkan Abu Bakar r.a, beliau adalah
sepupu nabi, bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib
adalah orang yang paling pertama kali masuk Islam, beliau juga adalah menantu
Rasulullah saw. Dua figur yang sangat dihormati di Madinah ini dan mempunyai
banyak pendukung tentu saja melahirkan paling sedikit dua blok masyarakat, yang
mendukung Abu Bakar r.a dan yang mendukung Ali bin Abi Thalib r.a. Tentu saja
ini melahirkan suatu dilema tersendiri bagi masyarakat.
3.
Politik
Kestabilan
politik yang telah dirintis oleh Rasulullah saw, berangsur-angsur memburuk
setelah kematian beliau. Ini terbukti dengan terjadinya beberapa pemberontakan
di luar Madinah, baik itu pemberontakan yang dimotivasi oleh keinginan
melepaskan diri dari kekuasaan Islam ataupun pemberontakan-pemberontakan yang
dilancarkan oleh kaum-kaum murtad.
Selain itu
di Madinah, seperti yang kita sebutkan diatas, muncul dua blok kekuasaan
politik, satu pihak adalah Abu Bakar r.a yang telah diangkat menjadi khalifah,
di pihak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a-yang dalam pandangan beberapa
sarjanawan disebutkan bahwa beliau berpendapat dan disetujui oleh pengikutnya
sebagai orang yang lebih berhak untuk menduduki posisi kepemimpinan.[18]
Anggapan
bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah orang yang lebih berhak untuk mendapatkan
tampuk kepemimpinan diawali dengan mengedepankan hadist Ghadir Khum yang
menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah pewaris nabi Muhammad saw.
Peristiwa Saqifah yang tidak dihadiri oleh Ali bin Abi Thalib r.a yang kala itu
sibuk dengan mengurusi jenazah Rasulullah saw, dimata beberapa kalangan
merupakan awal perampasan kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib r.a. Kesekongkolan
antara Umar bin Khattab r.a, Abu Bakar r.a dan Abu Ubaid bin Jarrah dianggap
sebagai salah satu usaha untuk tidak menggabungkan kepemimpinan politik dan
agama pada Bani Hasyim.
Ada banyak
versi yang menceritakan pertikaian politik antara dua blok politik terbesar di
Madinah. Akan tetapi ada juga riwayat yang menafikan pertikaian politik
tersebut, seperti riwayat shahih yang diceritakan oleh at-Thabari.[19]
Selain itu Haikal juga menuturkan bahwa riwayat-riwayat yang menyebutkan
terjadinya pertikaian politik baru muncul jauh sesudah berakhirnya
ke-khalifahan Abu Bakar r.a yakni pada masa Abbasyiah.[20]
a. Stabilitas Negara
Pada masa
pemerintahan Abu Bakar r.a, tercatat beberapa pemberontakan yang membahayakan
bagi kesatuan negara Islam. Beberapa diantaranya adalah gerakan-gerakan riddah
yang muncul tidak lama setelah kematian Rasulullah saw.
Pemberontakan-pemberontakan itu bisa dilatari beberapa alasan baik alasan
politik, ekonomi ataupun agama. Beberapa pemberontakan dan gerakan yang
mengancam stabilitas negara itu dapat kita sebutkan sebagai berikut:[21]
1.
Pemberontakan
Thulaihah yang mengklaim dirinya sebagai nabi sebelum wafatnya Rasulullah saw.
2.
Pemberontakan
Sajjah dan Malik bin Nuwairoh di dari Yamamah
3.
Perang
Yamamah, dan Musailamah yang menyebut dirinya sebagai nabi.
4.
Gerakan
riddah di Baharain.
5.
Gerakan
riddah di Omman dan Muhrah.
6.
Gerakan
riddah di Hadramaut dan Kindah.
Semua gerakan riddah dan pemberotakan ini berhasil diredamkan baik dengan
peperangan ataupun tidak.
b. Ekspansi
Meskipun Abu
Bakar r.a tidak banyak melakukan perluasan daerah kekuasaan, akan tetapi beliau
berhasil menaklukkan beberapa wilayah:[22]
1. Penaklukkan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud
Dain, Anbar dan Ain Tamar oleh Khalid bin Walid (12 H).
2. Penaklukkan Syam oleh Khalid bin Walid (13 H), yang
sebelumnya telah ditekan oleh Khalid bin Sa’id bin Ash.
Dua penaklukan ini adalah penaklukan besar yang
terjadi pada masa Abu Bakar r.a meskipun sebenarnya Syam berhasil ditaklukkan
pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab r.a.
c. Kebijakan Politik Abu Bakar r.a
Dalam
perjalanan Abu Bakar r.a, beliau telah menetapkan beberapa kebijakan dalam
politik, beberapa kebijakan penting beliau selain menumpas pemberontakan dan
melakukan ekspansi adalah:
1.
Menjadikan
Hirroh sebagai pusat militer untuk penyerangan selanjutnya ke Syam.
2.
Menaklukkan daerah-daerah
yang berpeluang untuk membantu melawan Kaisar.
3.
Menempatkan
Khalid bin Sa’id bin Ash dan pasukannya sebagai pasukan cadangan di Taima,
yakni perbatasan wilayah kekuasaan negara Islam dengan Syam. Tekanan-tekanan
yang diberikan oleh Khalid bin Sa’id te;ah memberikan Kontribusi besar dalam
penaklukkan Syam, meskipun akhirnya mereka kalah.
4.
Pemindahan
baitul mal dari Sunuh ke Madinah.
5.
Mengurusi
janda-janda perang di Madinah.
6.
Pengangkatan
al-Mutsanna bin Haritsah menggantikan Khalid bin Walid di Iraq.
7.
Penunjukan
Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya sebagai Khalifah. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa beliau menghawatirkan keadaan akan menjadi kritis lagi bila
seorang pemimpin tidak menunjuk orang yang akan menggantikannya.
8.
Mengampuni
beberapa kepala pemberontak.
Selain itu beliau juga mengangkat beberapa orang sebagai pemerintah di
kota-kota tertentu. Abu Bakar r.a mengangkat Umar bin Khattab r.a menjadi hakim
di Madinah, Abu Ubaidah menjadi pengurus baitul mal, Ali bin Abi Thalib r.a,
Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris, Uttab bin Usaid
sebagai amir kota Mekkah, Utsman bin Abi al-Ash sebagai amir di Thaif,
al-Muhajir bin Abi Umayyah di Shun’a, Ziyad bin Lubaid di Hadramaut, Abu Musa
di Zubaid dan Rima’, Muadz bin Jabal di Jund, al-Ala’ bin al-Hadramiy di
Bahrain, Jarir bin Abdullah di Najran, Abdullah bin Tsaur di Jurasy, Iyadh bin
Ghanm di Daumatuljandal, Khalid bin Walid sebagai jendral besar pemimpin
pasukan penakluk Syam.[23]
4. Intelektual
Sedangkan
dalam bidang intelektual Abu Bakar r.a, kebijakan yang paling terkenal adalah
pengumpulan Alquran al-Karim setelah perang Yamamah. Gagasan untuk mengumpulkan
Alquran al-Karim ini sebenarnya datang pertama kali dari Umar bin Khattab r.a,
karena ia melihat banyaknya para penghapal Alquran yang meninggal dalam
peperangan terutama pada peperangan Yamamah
Pada mulanya
Abu Bakar r.a merasa ragu untuk menjalankan gagasan tersebut, karena Rasulullah
saw, sendiri tidak pernah melakukan hal tersebut. tetapi setelah berembuk
dengan para sahabat lain iapun memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan
dan menuliskan Alquran.
Beliau juga
merupakan orang pertama yang memisahkan pemerintahan pusat dengan lembaga
peradilan, meskipun mungkin dalam tahap sederhana. Kepala pemerintahan sendiri dipegang
oleh Abu Bakar r.a, sedangkan Qadhi Madinah adalah Umar bin Khattab yang berada
dibawah kepala pemerintahan.
d. Kematian khalifah Abu Bakar
Setelah menderita sakit demam selama lima belas hari
akhirnya Abu Bakar r.a meninggal dunia pada hari senin, 21 Jumadil Akhir 13 H
(22 Agustus 634 M) pada usia 63 tahun. Riwayat yang paling kuat mengenai sebab
sakitnya beliau adalah riwayat yang berasal dari putrinya yang menyebutkan
bahwa beliau sering mandi malam. Sedangkan pemerintahan beliau berjalan selama
dua tahun tiga bulan dan sepuluh malam.[24]
Selama sakitnya beliau tidak bisa mengimami shalat
jama’ah hingga beliau digantikan oleh Umar bin Khattab r.a. selain itu juga
beliau selalu memikirkan perkara ummat Islam yang akan ia tinggalkan. Beberapa
motivasi dan penyebab mendorongnya untuk menunjuk orang yang menggantikannya
setelah berbincang-bincang dengan para sahabat besar lainnya, yang membulatkan
tekad beliau untuk menunjuk Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya.
Ada berapa hal yang mungkin sangat berpengaruh
terhadap keputusan Abu Bakar r.a untuk memilih sendiri orang yang akan
menggantikannya. Salah satunya adalah perdebatan yang pernah terjadi di Saqifah
Bani Saidah setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, selain itu juga
masukan-masukan positif tentang Umar bin Khattab r.a dari sahabat-sahabat besar
lainnya.[25]
Di lain pihak, Jafri menuturkan bahwa penunjukan ini
juga salah satu bentuk penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari posisi
ke-khalifahan. Sangat tidak mengherankan bila Umar bin Khattab r.a tidak
memilih Ali bin Abi Thalib r.a yang tidak mau membaiatnya hingga lima hingga
enam bulan pemerintahannya. Tentu saja Umar bin Khattab r.a yang juga merupakan
pioner pengangkatan Abu Bakar r.a sebagai khalifah pada peristiwa Saqifah akan
mendapatkan kepercayaan Abu Bakar r.a untuk menjadi khalifah.
Menurut Jafri bahwa penghalangan Ali bin Abi Thalib
r.a dari ke-kahlifahan berlanjut pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a,
yakni ketika beliau memilih enam orang sahabat sebagai ahlul hilli wal aqdi
yang bertugas untuk menentukan penggantinya, akan tetapi keputusan akhir
diberikan kepada Abdurrahman bin Auf yang merupakan sahabat dekat Utsman bin
Affan. Selain itu juga oleh Abdurrahman bin Auf juga menyaratkan kesanggupan
untuk mengikuti tata cara (sunnah) Rasulullah saw. dan dua orang pendahulunya
dalam menjalankan pemerintahan. Tentu saja Ali bin Abi Thalib r.a tidak akan
menyanggupinya,yang lain halnya dengan Utsman yang menyatakan bahwa ia akan
menyanggupi syarat tersebut.[26]
Terlepas dari yang manakah pendapat yang paling
mendekati kebenaran, paling tidak kita mengetahui beberapa perbedaan pendapat
dalam masalah ini.
b. Khalifah Umar bin khaththab ( (586-590
- 644 M, menjadi khalifah 634 - 644 M)
1.
Riwayat
Hidup
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza
atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab:عمر ابن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi
Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan
satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi
petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku
Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat
itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah
binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk
yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga
kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan
sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia
menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang
yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, sebagaimana tradisi
yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur
putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih
barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Muhammad, Umar dikabarkan menyesali
perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu sebagaimana diriwayatkan dalam
satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan
kemudian menyisir janggutku".
Umar juga dikenal sebagai seorang peminum
berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum
anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali,
meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara
tegas.
2.
Proses
Pengangkatan Khalifah Umar Bin khathab
Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin
Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk
menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar,cara
pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin
yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya,
barulah kemudian dibaiat secara umum.[27]
Pada masa pemerintahan Abu Bakar
r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada
masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin.
Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab
penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil
dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya
berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan
begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena
wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah
Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara
ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan
sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan
khalifah Rasulullah. [28]
Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan
Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit
masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk
menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap
penunjukan langsung ini:
1) kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi
perpecahan dalam tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat
seperti yang hampir terjadi pada dirinya.
2) bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar
dalam pemilihan menjadi Khalifah. sementara
beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu Bakar akan
terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk
memilih langsung penggantinya.[29]
3.
Sistem
Kekhalifahan Umar bin Khaththab
1.
Agama.
Penaklukan-penaklukan
yang terjadi pada masa Umar menyebabkan orang ramai-ramai memeluk agama Islam[30]
namun meskipun demikian tentu tidak ada paksaan terhadap mereka yang tidak mau
memeluknya. Maka masyarakat saat itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri
dari berbagai agama, dan hal ini tentu saja berpengaruh tehadap masyarakat
Islam, mereka mengenal ajaran-ajaran selain Islam seperti Nasrani, Yahudi,
Majusi Shabiah dan lainnya. Masyarakat muslim otomatis akan belajar toleransi
terhadap pemeluk agama lainnya, dan kemajemukan beragama seperti ini akan
kondusif untuk melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif maupun
negatif meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang
munculnya faham seperti ini.
Selanjutnya
kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut suatu prinsip-prinsip
agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena rakyat tidak hanya terbentuk
dari orang-orang Arab, akan tetapi juga beberapa bangsa lainnya seperti Persia
yang telah dahulu mengenal agama selain Islam, juga bangsa Afrika yang
sebelumnya tidak mengenal Islam. Maka sesuatu yang esensial dari agama Islampun
otomatis harus ditemukan agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang
selain bangsa selain Arab.
Meskipun
begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa
pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi.
Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang
berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan
praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.[31]
2.
Dinamika Sosial
Keadaan sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan
ini sangat terlihat pada masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan
Islam, mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal
itu. Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu
jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa memang
sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini.
Seperti kebijakan pajak yang berlaku
pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarak kepada dua kelas, yaitu:
a.
Kelas wajib
pajak: buruh, petani dan pedagang.
b.
Kelas
pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.[32]
Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai
profesi.
Meskipun pajak itu memang digunakan
untuk kepentingan sosial seperti pembangunan sarana-sarana sosial tapi pajak
itu tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan penakluk. Pada masa
Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada
pembesar-pembesar penakluk.[33]
Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain dengan
sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti:
a.
Zubair yang
mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham.
b.
Abdur Rahman
bin Auf mewariskan 80.000-100.000 dirham.
c.
Sa’ad Ibn Waqqash
yang punya villa di dekat Madinah.
d.
Thalhah yang
mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga
30.000.000.dirham.[34]
Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu
akan membuat iri masyarakat terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang
kebanyakan adalah Bani Umayyah. Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim
dan lain-lain ke wilayah taklukan, dengan begitu daerah-daerah yang tadinya
hanya merupakan pedesaan berubah menjadi kota yang padat penduduknya dan
memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi.[35]
Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi dan bendungan,
masjid dan benteng.[36]
3. Dinamika Ekonomi.
a. Perdagangan, Industri dan Pertanian
Meluasnya
daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat
berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah
taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non
muslim, dengan begitu daerah yang tadinya tidak begitu menggeliat mulai
memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang
juga menjadi sumber barang dagang. Maka peta perdagangan saat itupun tentu
berubah seperti Isfahan, Ray, Kabul, Balkh dan lain-lain.
Sumber
pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin,
industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada yang dimiliki oleh
perorangan ataupun negara atau daerah untuk kepentingan negara,[37]
industri-industri ini adalah seperti industri rumah tangga yang mengolah logam,
industri pertanian, pertambangan dan pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah
seperti pembangunan jalan, irigasi, pegwai pemerintah dan lain-lain.
Pembangunan
irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian, perkebunan-perkebunan yang
luas yang dimiliki oleh perorangan maupun negara atau daerah banyak
menghasilkan, lahan-lahan seperti ini adalah hasil rampasan perang yang sebagian
menjadi milik perorangan.[38]
b. Pajak
Seluruh
hal-hal diatas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak saat itu
ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang
diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah
itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak
Sasania. Tapi kalau daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku,
maka sistem pajak yang diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan
penakluk. Yang bertugas mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang
selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah
pusat.[39]
Pajak yang
ditanggung oleh masyarakat adalah :
3)
Pajak jiwa,
pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas
melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat juga.
4)
Pajak bumi
dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya tergantung pada
kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke
pasar.[40]
4.
Dinamuka
Poitik dan Administrasi.
Serangkaian penaklukan
bangsa Arab dipahami secara populer dimotivasi oleh hasrat akan terhadap harta
rampasan perang, dan termotivasi oleh agama yang tidak menganut keyakinan
tentang bangsa yang terpilih, layaknya Yahudi. Salah satu prinsip agama Islam
adalah menyebarkan ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang
menganggap bangsanyasendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah
domba-domba yang sesat.[41]
Keyakinan inipun otomatis juga berpengaruh kepada lancarnya beberapa ekspansi
pada masa Umar bin Khattab r.a.
Motivasi
apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya merupakan
perluasan yang telah terencana dengan baik oleh pemerintahan Umar bin Khattab
r.a, meskipun sebagian kecilnya berlangsung secara kebetulan.
Beberapa
wilayah yang akan ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya, kestrategisannya
dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya untuk menjadi basis-basis
penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang ditaklukkan, kota ini merupakan
lumbung besar bagi Kostantinopel, selain itu kota ini juga dengan Hijaz,
pelabuhan yang sangat penting dan agar bisa menjadi basis penaklukan
selanjutnya ke Afrika.
Kostantinopel
mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan muslim
setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania,
pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan
politis imperium ini yang telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga
hubungan baik antara negara-negara kecil yang sebelumnya merupakan wilayah
kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada
masa sebelumnya.
Selain itu,
beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah
tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa
kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan
bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan pasukan
muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan
keberhasilan ini.
Untuk tujuan
mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat masalah kepada
penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr ini
menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga
berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa
kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Khattab
adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu
kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah
dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara
Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran.
Selain
menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi
dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin
Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari
pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini. [42]
Pemerintahan
Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru
di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah
kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan
begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah
lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
5.
Dinamik
Intelektual
Selain dari
menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhirahnya nabi Muhammad
saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab r.a juga tercatat ijtihad-ijtihad
baru. Beberapa sebab-sebab munculnya ijtihad baru di masa awal Islam
berkataitan dengan Alquran maupun sunnah.
Di dalam
Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata yang musytarak,
makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga makna tekstual dan makna
kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu sendiri, karena ternyata para sahabat
tidak mempunyai pengetahuan yang merata tentang sunnah nabi, karena
kehati-hatian para sahabat untuk menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan
nilai hadist, dan adanya sunnah yang bersifat kondisional.[43]
Selain
beberapa alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberpa
kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer, yakni
dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial yang semakin
heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.
Berapa
ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan
zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan
zakat.[44]
Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan
Rasulullah saw. pada masa Islam masih lemah.
Pada kasus
lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri.[45]
Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman
ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18 H,
dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam beberapa kisah
dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri unta, akan tetapi Umar
bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong tangan karena alasan bahwa
mereka mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya beliau membebankan ganti
harga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi.[46]
Ijtihad Umar
b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual selanjutnya
berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi
yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian
Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut
mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu
Hanifah, sementara ahl hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab,
yang selanjutnya dipimpin oleh Imam Malik di Madinah.
Dalam bidang
peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qodhonya, yakni
surta yang berisi hukum acara peradilan meskipun masih sederhana. Surat ini ia
kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi qadhi di Kufah.[47]Dalam
mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab
ini dipandang sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
e.
Kematian Umar bin
Khaththab
Ketika Umar merasakan ajalnya sudah
dekat, ia menunjuk 6 orang sahabat pilhan untuk menggantikannya yaitu mereka
yang menjadi dewan syura di zamannya yaitu, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf dan Thalha bin
Ubaidillah. Dan apabila suara yang di pilih seimbang semua, maka haruslah di
pilih dan disetujui oleh Abdullah bin Ummar.
Khalifah Umar mati syahid akibat
rancangan dari musuh islam dari kalangan Yahudi dan Persia yang sangat
membencinya. Khalifah meninggal ketika beliau sedang melakukan shalat dengan
ditusuk oleh Lu’luah al-Majusi dengan belati beracun. Umar wafat pada bulan
Dzulhijjah 23 H/643 M. dan memerintah selama 10 tahun.
c. Khalifah Utsman Bin Affan (644-655 M)
1. Riwayat Hidup
Nama
lengkapnya adalah utsman bin affan bin abi al-ash bin umayyah bin abd al-manaf
dari suku quraisy. Lahir pada 576 M enam tahun setelah kelahiran rasulullah.
Utman bin affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan abu bakar. Iya
dijuluki dzun nurain (pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri rasulullah
Saw, secara berurutan setelah yang satu meninggal yakni Ruqoyyah dan Ummu
Kulsum.
Beliau
merupakan sahabat yang dikagumi Nabi Muhammada SAW berkaitan dengan pola
hidupnya yang sederhana walaupun kaya, saleh dan dermawan. Kekayaan yang
digunakan untuk kemajuan dan kejayaan islam, diantaranya membeli sumur raunah
milik seorang yahudi seharga 12.000 dirham ketika kaum muslim madinah
kekurangan air, membantu keperluan lasykar pada perang tabuk dengan 950 ekor
unta, 59 ekor kuda dan uang sebesar 1000 dinar ( 1/3 pembiayaan perang),
memperluas masjid Nabawi senilai 15.000 dinar dan masjid al Haram senilai
10.000 dinar
2. Proses Pengangkatan Khalifah Utsman Bin Affan
sebelum
wafat, khalifah umar bin khaththab membentuk Majlis Syura yang terdiri dari enam
orang dengan tugas memilih diantara mereka seorang khalifah sesudahnya. Keenam
orang itu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwan, Thalhah bin
Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Abi Waqas. Keseluruhan nama-nama
itu adalah orang-orang yang telah dijamin masuk surga. Setelah menyebutkan nama-nama mereka
Umar bin Khatab berkata: ’ Tak ada orang yang lebih berhak dalam hal ini
daripada mereka itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat sudah merasa
puas terhadap mereka . siapapun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya.’Namun
demikian, khusus untuk Abdullah bin Umar jangan dicalonkan apalagi dipilih,
karena Umar mengatakan ” Aku tidak menginginkan salah seorang dari keluargaku menjadi
orang yang diserahi tugas untuk memimpin dan mengurus kalian. Aku tidak
menyukainya. Sebab, aku tidak menginginkan seorangpun dari keluarga Umar
dihisab dan dimintai pertanggung jawaban atas urusan umat Muhammad. Sungguh aku
telah berusaha dan berketetapan agar anggota keluargaku tidak memangku jabatan
ini. Sungguh aku sangat bahagia bila harapan ini terkabul.
Ketika
batas waktu yang diamanatkan oleh Umar berlalu dan ketika waktu shalat subuh
telah tiba datanglah Abdurrahman bin Auf sesudah semalaman ia berkeliling untuk
memantau pendapat masyarakat. Ia pun pergi ke masjid, dimana semua sahabatnya
telah berkumpul disana dan begitu juga para oposan dari kaum Muhajjirin, para
pendahulu yang masuk Islam, dan para tokoh terkemuka dari kaum Anshar serta
para komandan tentara. Ketika masjid telah dipadati oleh para jamaah,
berdirilah Abdurrahman, seraya berkata: ” Wahai kaum muslimin! Sesungguhnya
masyarakat luas menyukai agar penduduk kota bergabung dengan sesama mereka dan
mereka telah mengetahui pemimpinya.”
Akhirnya
banyak dari kaum muslimin yang berada dimasjid pada saat itu bersilang pendapat
yang membuat suasana menjadi ramai, kalau tidak segera ditenagkan mereka sakan
menjadikan Madinah ajang kerusuhan dan bahaya yang lebih luas. Kebanyakan orang
hanya menjadi budak nafsu dan mengejar kepentingan sendiri. Demi memperjuangkan
semua itu mereka mau mengorbankan keamanan dan keelamatan negara. Tetapi sikap
ragu dalam pengangkatan khalifah itu tidak akan dapat mencegah bahaya dan tidak
akan menghindarkan kaum muslimin dari kekacauan, malah akan makin memperkuat
timbulnya fitnah itu. Akhirnya cepat-cepat Abdurrahman bin Auf angkat bicara
untuk menenangkan mereka seraya memegang tangan Ali dan berkata berkata: ’
Bersediakah anda saya baiat untuk tetap berpegang pada kitabullah dan sunnah
rasulullah serta teladan kedua orang penggantinaya? ’ Ali menjawab ;’ Saya
berharap dapat berbuat dan bekerja sesuai dengan apa yang saya ketahui dan
menurut kemampuan saya.’ Tangan Ali dilepaskan lalu ia memanggil Utsman dan memegang
tangannya seraya berkata;’ bersediakah anda saya baiat untuk tetap
berpegang pada kitabullah dan sunnah rasulullah serta teladan kedua orang
penggantinaya?’ Utsman menjawab ; ” Ya, demi Allah! Abdurrahman mengangkat
mukanya ke langit- langit mesjid dan sambil memegang tangan Utsman ia berkata
tiga kali ; ’ Dengarkanlah dan saksikanlah dilanjutkan dengan katanya: ’ Saya
sudah melepaskan beban yang dipikulkan dibahu saya dan saya letakkan di bahu
Utsman !’ setelah itu ia membaiat Utsman, orang-orang didalam masjidpun beramai-ramai
membaiat Utsman.
3. Sistem Kekhalifahan Khalifah Utsman Bin Affan
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman
menjadi dua periode, yaitu pada periode kemajuan dan periode kemunduran sampai
ia terbunuh. Periode I, pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa berkat
jasa panglima yang ahli dan berkualitas dimana peta islam sangat luas dan
bendera islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di
front al-maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia). Di
al-maghrib, diutara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia kecil, di Timur laut
sampai ke Ma wara al-Nahar –Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia bahkan
sampai diperbatasan Balucistan (sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul dan
Ghazni. Selain itu ia juga berhasil membetuk armada laut dengan kapalnya yang
kokoh dan menghalau serangan-serangan di laut tengah yang dilancarkan oleh
tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali dilaut dalam sejarah islam.
Pada periode ke-II, kekuasaannya identik dengan kemunduran
dengan kemunduran dengan huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia
wafat. Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan nepotisme. Ia
mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar
dan paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabila-kabila lainnya merasakan
pahitnya tindakan Usman tersebut. Para pejabat dan para panglima era Umar
hampir semuanya dipecat oleh Usman, kemudian mengangkat dari keluarga sendiri
yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai pengganti mereka. Adapun para pejabat
Usman yang berasal dari famili dan keluarga dekat, diantaranya Muawiyah bin Abi
sofyan, Gubernur Syam, satu suku dan keluarga dekat Usman. Oleh karena itu,
Usman diklaim bahwa ia telah melakukan KKN.
Namun pada kenyataannya bukan seperti apa yang telah
dituduhkan kepada Usman, dengan berbagai alasan yang dapat dicatat atau digaris
bawahi bahwa usman tidak melakukan nepotisme,diantaranya :
a)
Para gubernur yang diangkat oleh Usman tidak semuanya family
usman. Ada yang saudara atau anak asuh,ada yang saudara susuan, ada pula
saudara tiri
b)
Ia mengangkat familinya tentunya atas pertimbangan dari
beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
c)
Meskipun sebagian pejabat diangkat dari kalangan family,
namun mereka semuanya punya reputasi yang tinggi dan memiliki kemampuan. Hanya
saja faktor ekonomi yang menyatukan untuk memprotes guna memperoleh hak mereka.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang oportunis menyebarkan isu sebagai modal
bahwa usman telah memberikan jabatan-jabatan penting dan strategis kepada
famili, yang akhirnya menyebabkan khalifah usman terbunuh.
d)
Melihat fakta-fakta tersebut diatas,jelas bahwa nepotisme
Usman tidak terbukti. Karena pengangkatan saudara-saudaranya itu berangkat dari
profesionalisme kinerja mereka dilapangan. Akan tetapi memang pada masa akhir
kepemimpinan Usman para gubernur yang diangkat tersebut bertindak
sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka diluar kontrol usman yang
memang sudah berusia lanjut sehingga
rakyat menganggap hal tersebut sebagai kegagalan usman, sampai pada akhirnya
Usman mati terbunuh.
5. Kematian Khalifah Utsman Bin
Affan
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40
hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum
oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh.
Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia
berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat
sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil
memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa
yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya,
peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para
pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H.[48] Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
d. Khalifah Ali Bin Abi Thalib (655 – 661 M)
1. Riwayat Hidup
Nama
lengkapnya Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muthalib Bin Abdul Muthalib Ibn Hasyim Ibn Abdul Manaf al hasyim Al
quraisy. Ibunya bernama fatimah binti asad ibn Hasyim ibn Abdul manaf. Beliau
lahir pada pada tahun 21 sebelum hijrah (603). Ali termasuk kedalam barisan
yang pertama msuk islam, maka Ali termasuk kanak-kanak yang mula-mula
beriman. Ali
merupakan sepupu sekaligus menantu Rasulullah yaitu suami dari Fatimah az-Zahra
puteri Rasulullah.
2. Proses Pengangkatan Khalifah. Ali Bin Abu Thalib
Setelah
peristiwa pembunuhan Utsman ibnu Affan, kota Madinah dilanda ketegangan dan
kericuhan. Walikota Madinah, Al-Ghafiqi ibnu Harb, mencari-cari orang yang
pantas untuk dibaiat sebagai khalifah. Para penduduk Mesir meminta Ali untuk
memangku kekhalifahan namun ia enggan dan menghindar. Para penduduk Kuffah
mencari-cari Zubair ibnu Al-Awwam, namun mereka tak menemukannya. Penduduk
Bhasrah meminta Thalhah untuk menjadi khalifah namun ia tidak memenuhi
permintaan mereka. Akhirnya, mereka berkata, “kita tidak akan menyerahkan
kekhalifahan kepada ketiga orang ini.” Setelah itu mereka mendatangi Sa’ad ibnu
Abi Waqos dan berkata, “Kau termasuk diantara Dewan Syura,” namun ia menolak.
Lalu ia mendatangi Ibnu Umar, yang juga menolaknya.
Akhirnya
mereka menetapkan bahwa yang bertanggung jawab adalah penduduk Madinah sehingga
mereka berkata kepada penduduk Madinah, “ kalianlah yang bertanggung jawab.
Kami akan memberi kalian waktu selama dua hari. Jika selama itu kalian tidak
menghasilkan keputusan, demi Allah, kami akan membunuh Ali, Thalhah, Zubair,
dan banyak orang lainnya.”
Maka
orang-orang mendatangi Ali dan berkata, “Kami membaiatmu, karena kau telah
menyaksikan rahmat yang diturunkan oleh Allah bersama islam dan karena saat ini
kita menghadapi ujian yang sangat berat berupa konflik antara berbagai kota.”
Ali menjawab, “Tinggalkanlah aku, dan carilah orang lain yang lebih baik
dariku, karena aku akan menghadapi suatu masalah yang sangat rumit dan pelik,
masalah yang tidak akan mampu dihadapi oleh hati dan pikiran siapapun. Namun,
mereka bersikukuh membaiat Ali bin Abi Tholib. Tindakan mereka itu didukung
oleh kaum Muhajirin dan Anshar, serta kelompok-kelompok lainnya. Termasuk
diantara yang membaiat Ali ialah Thalhah, Zubair, Abdullah bin Umar, dan Sa’ad
bin Abi Waqash. Ali dibaiat sebagai khalifah setelah terbunuhnya Utsman di
Madinah pada hari Jum’at 5 Dzulhijjah 35 Hijriah. Semua sahabat membaiatnya
sebagai khalifah, disebutkan bahwa Thalhah dan Zubair membaiatnya dengan sangat
terpaksa dan bukan dengan suka rela.
Sebagian
orang termasuk putranya sendiri, Al-Hasan mengkritik Ali bin Abi Tholib karena
mau menerima baiat dan diangkat sebagai khalifah. Mereka beranggapan bahwa
semestinya di tengah situasi yang penuh fitnah ini Ali menolak dibaiat sebagai
khalifah. Ali sendiri telah menyadari konsekuensi yang mesti ia tanggung ketika
ia bersedia dibaiat dan diangkat sebagai khalifah umat islam. Ia merasa harus
maju dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan umat islam dari kehancuran
yang lebih besar.
3. Sistem Kekhalifahan Khalifah Ali Bin Abu Thalib
Khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal berani dan tegas dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya menegakkan keadilan, menjalankan undang-undang Allah SWT, dan menindak segala macam kezaliman dan kejahatan. Sehingga sesudah ia dibai’ah menjadi khalifah, dikeluarkannya dua ketetapan:
1. Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat
Khalifah Utsman dan mengangkat pengganti pilihannya sendiri
2. Mengambil kembali tanah-tanah yang
dibagi-bagikan khalifah Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa
jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang
tiada beralasan diambil Ali kembali
Khalifah Ali bin Abi Thalib juga seorang yang memiliki kecakapan
dalam ilmu pengetahuan, bidang militer dan strategi perang.
C.
Situasi Dan Sistem Politik Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
`Sudah diketahui bahwa Ali bin Abi Tholib memiliki
sikap yang kokoh, kuat pendirian dalam membela yang hak. Setelah dibaiat
sebagai khalifah, dia cepat mengambil tindakan. Dia segera mengeluarkan
perintah yang menunujukkan ketegasan sikapnya.
Langkah awal yang dilakukan khalifah Ali
adalah menghidupkan kembali cita-cita Abu Bakar dan Umar, ia menarik kembali
semua tanah dan hibah yang telah dibagikan Utsman kepada kerabat dekatnya
menjadi milik negara. Ali juga melakukan pemecatan semua gubernur yang tidak
disenangi oleh rakyat.
Banyak pendukung-pendukung dan kaum kerabat Ali yang menasihatinya
supaya menangguhkan tindakan-tindakan radikal seperti itu, sampai keadaan
stabil. Tetapi Ali kurang mengindahkan. Pertama-pertama Ali mendapat tantangan
dari keluarga bani Umayyah. Mereka membulatkan tenaga dan bangkitlah Muawiyyah
melancarkan pemberontakan memerangi Ali.
Kemudian oposisi terhadap khalifah secara
terang-terangan dimulai oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Meskipun
masing-masing mempunyai alasan pribadi sehubungan dengan penentangan terhadap
Ali. Mereka sepakat menuntut khalifah segera menghukum para pembunuh Utsman.
Tuntutan yang sama juga diajukan oleh Muawiyah, bahkan ia memanfaatkan
peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali, dengan
membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi
pembunuhan Utsman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh uang
sesungguhnya.
Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari
pertikaian dan mengajukan kompromi kepada Thalhah dan kawan-kawan, tetapi
tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai. Oleh karena itu kontak senjata
tidak dapat dielakkan lagi. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan
diri, sedangkan Aisyah dikembalikan kembali ke Madinah. Peperangan ini terkenal
dengan nama “Perang Jamal”(Perang Unta), yang terjadi pada tahun 36 H, karena
dalam pertempuran tersebut Aisyah istri Nabi mengendarai unta. Dalam
pertempuran tersebut sebanyak 20.000 kaum muslimin gugur.
Perang unta menjadi sangat penting dalam
catatan sejarah islam, karena peristiwa itu memperlihatkan suasana yang baru
dalam islam, yaitu untuk pertama kalinya seorang khalifah turun ke medan perang
untuk memimpin langsung angkatan perang, dan justru bertikai melawan saudara
sesama islam.
Segera setelah menyelesaikan gerakan
Thalhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan islam dipindahkan ke kota Kuffah.
Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada
lagi khalifah yang berkuasa berdiam disana. Sekarang Ali adalah pemimipin dari
seluruh wilayah islam, kecuali Suriah.
Maka dengan dikuasainya Syiria oleh
Muawiyyah, yang secara terbuka menentang Ali, dan penolakannya atas perintah
meletakkan jabatan gubernur, memaksa khalifah Ali untuk bertindak. Pertempuran
sesama muslim terjadi lagi, yaitu antara Ali dan Muawiyah di kota Shiffin dekat
sungai Eufrat, pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk
menghadapi Muawiyah. Sebanarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan
70.000 pasukannya terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat Al Qur’an
sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa
Al-Asy’ari, sedangkan Muawiyah diwakili oleh ‘Amr bin Ash yang terkenal cerdik.
Dalam tahkim tersebut khalifah dan
Muawiyah harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa
pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr bin Ash berlaku
sebaliknya, tidak menurunkan Muawiyah melainkan mengangkat sebagi khalifah,
karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Shiffin yang diakhiri
melalui tahkim(arbitrase), yakni perselisihan yang diselesaikan oleh dua orang
dengan penengah sebagai pengadil. Namun ternyata tidak menyelesaikan masalah,
kecuali menyebabkan lahirnya golongan khawarij, orang-orang yang keluar dari
barisan Ali yang berjumlah kira-kira 12.000 orang.
3.
Kematian
Khalifah Ali Bin Abu Thalib
Ali
wafat di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang
yang berasal dari golongan Khawarij(pembangkang) saat mengimami shalat subuh di
masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya
pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah, Ali dikuburkan secara rahasia di
Najaf.
1.2 Tipe Kepemimpinan Khalifah
1. Khalifah
Abu Bakar Siddiq
Khulafaur
Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad saw wafat, yaitu
pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan
yang demokratis.
Nabi
Muhammad saw tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau
nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk
menentukannya. Karena itulah tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi
jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai
kota Bani Sa’idah tepatnya di Madinah, mereka bermusyawarah menentukan siapa
yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena
masing-masing pihak baik Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak
menjadi pemimpin umat Islam. Namun dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang
tinggi, akhirnya Abu Bakar yang terpilih.
Semangat
keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga
masing-masing pihak menerima dan membaiatnya. Sebagai pemimpin umat Islam
setelah Rasul, maka Abu Bakar disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul).
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan
beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.[49]
Setelah
selesai orang membaiat, Abu Bakar pun berpidato sebagai sambutan atas
kepercayaan orang banyak kepada dirinya, penting dan ringkas : “Wahai manusia,
sekarang aku telah menjabat pekerjaan kami ini, tetapi bukanlah aku orang yang
lebih baik dari pada kamu. Jika aku lelah berlaku baik dalam jabatanku,
sokonglah aku, tetapi kalau aku berlaku salah, tegakkanlah aku kembali,
kejujuran adalah suatu amanat, kedustaan adalah suatu khianat. Orang yang kuat
di antara kamu, pada sisiku hanyalah lemah, sehingga hak si lemah aku tarik
dari padanya. Orang yang lemah di sisimu, pada sisiku kuat, sebab akan ku
ambilkan dari pada si kuat akan haknya, Insyaallah. Janganlah kamu suka
menghentikan jihad itu, yang tidak akan ditimpa kehinaan. Taatlah kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi kalau aku melanggar
perintah-Nya, tak usahlah kamu taat dan ikut aku lagi. Berdirilah sembahyang,
semoga rahmat Allah meliputi kamu.”
Pemerintahan
Abu Bakar adalah pemerintahan pertama yang mengobarkan peperangan dan memepersenjatai
bala tentara untuk membela hak-hak kaum kafir yang lemah. Dalam hal ini Abu
Bakar sangat di kenal dengan sebuah ungkapannya sekaligus yang menjadi
komitmennya : “Demi Allah jika mereka tidak mau membayar zakat dari harta yang
mampu mereka bayar , padahal (dahulu) mereka membayarkannya kepada Rasulullah
SAW. Maka niscaya aku akan memerangi mereka.”
Abu
Bakar yang memulai penakhlukan dan perluasan Islam pada masanya, Islam mampu
menakhlukan Persia dan Romawi, bahkan beliau meninggal pada saat perang yarmuk
melawan imperium Romawi. Dalam setiap peperangan yang diperintahkan beliau
adalah selalu menanamkan nilai-nilai etika yang berdasar al Qur’an dan as
sunnah. Beliau mewasiatkan pada kaum Muslimin : “Janganlah sekali-kali membunuh
pendeta biarlah mereka melaksanakan peribadatan sesuai keyakinan mereka.[50]
Abu
Bakar menjadi khalifah hanya selama dua tahun, pada tahun 634 M beliau
meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang
tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah, mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad saw dengan sendirinya batal setelah
Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala
dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, maka Abu
Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang
melawan kemurtadan). Khalid bin Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam
Perang Riddah ini.
Kekuasaan
yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah
saw, bersifat sentral : kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat
di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan
hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad saw, Abu Bakar selalu
mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan
ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al Hirah
di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal
yaitu Abu Ubaidah, Amr ibnu ‘Ash, Yazid ibnu Abi Sufyan dan Syurahbil.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk
memperkuat tentara ini, Khalid ibnu Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan
melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
Abu
Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam
Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. beliau diganti oleh “tangan kanan”nya,
Umar bin Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar.
Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman).
Abu
Bakar ash Sidiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis al Quran.
Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah
dalam perang Ridda, banyak penghafal al Qur’an yang ikut tewas dalam
pertempuran. Abu Bakar ash Sidiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk
mengumpulkan koleksi dari al Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang
dikumpulkan dari para penghafal al Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada
media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang
diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari
Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad saw. Kemudian pada masa
pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al
Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.
2. Khalifah Umar Bin Khaththab
Pada
masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasihat
kepalanya. Kemudian setelah Abu Bakar meninggal pada tahun 634, Umar ditunjuk
menggantikannya. Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat
pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti
Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil
alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi
(Byzantium).
Sejarah
mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu
pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri
kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam
jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih
besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada
pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan
pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam
Farrukhzad. Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem,
pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut.
Umar
melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang
baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh
wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan
merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga
memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar
dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para
pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya.
Pada
sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan
keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa
hijrah.
Umar
bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk, seorang budak pada saat ia akan memimpin
shalat. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk
terhadap Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M.
Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
1.
Dekat
dan memerhatikan dengan seksama kondisi kehidupan umat.
Menjadi
kebiasaannya keluar di malam hari hanya untuk mengetahui persis keadaan umat.
Khalifah Umar sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk me¬ngetahui
kehidupan rakyat terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri ia
memikul gandum yang hendak di¬berikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang
sedang dita¬ngisi oleh anak-anaknya yang kelaparan. Ketika mengetahui keadaan
si ibu dan anak yang sudah kelaparan, Khalifah Umar merasa bahwa kelaparan yang
dialami oleh keluarga miskin tersebut adalah disebabkan karena kelalaiannya dan
ketidakmampuannya memberikan keadilan terhadap semua lapisan masyarakat, oleh
karena itu, langkah pertama yang beliau lakukan adalah menyelesaikan masalah
yang dialami oleh sang ibu dengan memberikan makanan kepadanya.
Kualitas
kepemimpinan Umar bin Khatthab adalah cermin dari kualitas pemimpin umat yang
bijak, arif, dan adil. Beliau ikut merasakan penderitaan rakyatnya.
2.
Memiliki
jiwa yang besar dalam menerima kritikan dari rakyat yang dipimpinnya.
Keikhlasan
menerima kritikan adalah sebuah sikap yang sangat sulit untuk diwujudkan
terlepas dari posisi sosialnya. Pernah pada suatu peristiwa Salman al Farisi
membuat perhitungan dengan Khalifah Umar bin Khattab di hadapan orang banyak,
yaitu ketika ia melihat Umar mengenakan baju yang bahannya terdiri atas dua
kali lipat yang menjadi bagian satu orang rakyat biasa dari bahan yang sama.
Maka, Umar meminta kepada putranya, Abdullah agar menjelaskan hal itu. Abdullah
langsung bersaksi bahwa ia telah memberikan bagiannya itu kepada ayahandanya.
3.
Khalifah
Utsman Bin Affan
Diantara sifat-sifat kepemimpinan yang dimilikinya yaitu:
1.
Menjalankan
Al-Qur’ an dan As-Sunnah.
2.
Teguh
pendirian.
3.
Dermawan.
4.
Lemah lembut
dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya.
5.
Bertanggung
jawab.
6.
Bersikap
Adil.
7.
Berani
mengambil keputusan.
8.
Pandai
memilih bawahannya yang kompeten.
9.
Aspiratif
terhadap pendapat rakyatnya.
4.
Khalifah
ali bin abi thalib
Karakter kepemimpinan Ali bin Abi
Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu
Sufyan adalah sebagai berikut :
1. Berpandangan
jauh ke depan (visioner).
2. Sangat kuat
(fisik).
3. Berbicara
dengan sangat ringkas dan tepat.
4. Menghukum
dengan adil.
5. Ilmu
pengetahuan menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya).
6. Berbicara
dengan penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi.
7. Menyepi dari
dunia dan segala perhiasannya.
8. Berteman
dengan ibadah pada malam dan kegelapan.
9. Banyak
menangis karena takut kepada Allah.
10. Banyak
bertafakur setelah berusaha.
11. Selalu menghitung-hitung
kesalahan dirinya (muhasabah).
12. Menyukai
pakaian kasar, makanan orang fakir.
13. Selalu
mengawali ucapan salam apabila bertemu.
14. Memenuhi
panggilan apabila dipanggil.
15. Bawahannya
tidak takut berbicara, dan mendahulukan orang lain dalam berpendapat.
16. Jika
tersenyum, giginya terlihat seperti mutiara dan tersusun rapi
17. Menghormati
ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin
18. Di
hadapannya orang-orang yang kuat tidak akan berani berbuat batil.
19. Di
hadapannya, orang-orang yang lemah tidak akan berputus asa dari keadilannya.
20. Di tempat
ibadah dia menangis seperti orang yang sedang bersedih.[51]
1.3 Kontribusi Khalifah dalam
peradaban Islam
1.
Kontribusi
Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq dalam Peradaban Islam
Masa
pemerintahanya sangatlah singkat. Namun dalam kontribusi membangun peradaban
Islam cukuplah banyak. Diantaranya
1) Pemberangkatan Pasukan Usamah bin Zaid
sesuai dengan Pesan Rasulullah
Hal ini dilakukan Abu
Bakar sebagai usaha untuk menampakan kepada semua pihak bahwa kekuatan Islam
masih tetap kokoh dan sulit dilakukan baik secara material maupun spiritual.
Pada akhirnya pasukan ini memetik kemenangan yang mengakibatkan banyak orang
kokoh berpegang pada agama Islam.
2) Perang Melawan orang-orang murtad
Setelah Rasulullah wafat,
seluruh Jazirah Arab murtad dari agama Islam kecuali Makkah, Madinah, dan
Thaif. Sebagian orang murtad ini kembali kepada kekufuran lamanya dan mengikuti
orang-orang yang mengaku sebagai nabi, sebagian yang lain hanya tidak mau
membayar zakat.
3) Perang Yamamah (11 H/632 M)
Perang ini terjadi di
Bani Hanifah, Yamamah. Ditempat itu ada seorang yang mengaku bahwa dirinya
adalah seorang nabi, dia adalah Musailamah al-kadzdzab. Terjadi sebuah
pertempuran sangat sengit yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslim dan
musailamah terbunuh. Akhirnya, penduduk di tempat itu bertobat dan kembali ke
dalam pengakuan Islam. Pada perang ini sejumlah sahabat menemui mati syahid.
Diantaranya adalah para penghafal Al-Qur’an. Inilah yang membuat Abu Bakar
mengambil inisiatif untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf.
4) Penaklukan Islam
Penaklukan Islam yang
dilakukan Abu Bakar yakni di wilayah timur (Persia) yang meliputi Irak, bagian
barat Syam, dan bagian utara jazirah Arab serta di wilayah barat (Romawi). Di
wilayah timur (Persia) Abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid dan Mutsanna bin
Haritsah sebagai panglima. Mereka mampu memenangkan peperangan dan membuka
hirah serta beberapa kota di Irak.
5) Permulaan Perang Yarmuk (13 H/634 M)
Perang Yarmuk terjadi di
sebuah pinggiran sungai Yordania yang disebut Yarmuk. Pada saat perang sedang
berkecamuk dengan sengitnya, datang kabar bahwa khalifah Abu Bakar meninggal
dunia dan Umar menjadi penggantinya. Khalid diturunkan dari posisinya sebagai
panglima dan segera diganti oleh Abu Ubaidah ibnul-Jarrah.
6) Penghimpunan Al-Qur’an
Satu kerja besar yang
dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu
Bakar memerintahkan kepada Zaid bin tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari
pelepah kurma, kulit binatang dan dari hafalan kaum muslimin. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa penghafalan
Al-Qur’an pada perang yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali
penghimpunan Al-Qur’an. Sejak itulah Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf.[52]
2.
Kontribusi
Khalifah Umar ibn Al-khaththab dalam
Peradaban
1. Umar turut aktif menyiarkan agama Islam. Ia
melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke Palestina, syiria,
Irak, dan Persia di sebelah Utara serta ke Mesir di Barat Daya
2.
Menetapkan tahun Islam yang terkenal
dengan tahun Hijriah berdasarkan peredaran bulan (qamariyah), dibandingkan
dengan tahun Masehi (miladiyah) yang didasarkan pada peredaran matahari.
3. Sikap toleransinya terhadap pemeluk agama
lain. Hal ini terbukti ketika beliau hendak mendirikan masjid Jerussalem
(Palestina). Beliau minta izin kepada pemuka agama lain di sana, padahal beliau
adalah pemimpin dunia waktu itu.[53]
3.
Kontribusi
Khalifah Ustman ibn Affan dalam Peradaban Islam
Meskipun
masa pemerintahan usman diwarnai dengan tuduhan-tuduhan yang cukup banyak,
namun dalam masa pemerintahannya, beliau banyak memberikan kontribusi untuk
peradaban Islam. Di dalam buku Syed
Mahmudunnasir terjemahan Adang affandi yang dikutip oleh fitri oviyanti
dijelaskan kontribusi khalifah usman yaitu:
1.
Memperluas
wilayah Islam
2.
Membangun
bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke
kota-kota.
3.
khalifah
yang pertama kali memperluas masjid Nabawi sebagai respon terhadap keinginan
rasulullah saat masjid itu sudah semakin terasa sempit.
4.
Penghimpunan
Al-Qur’an dalam satu mushaf.
5.
Terjadi
perbedaan cara membaca (qiraat) di beberapa Negara Islam. Maka, Ustman
menyatukanya dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk
membakar mushaf-mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar
mushaf-mushaf yang lain. Rasm Ustmani merupakan bacaan kaum muslimin hingga
masa kini.[54]
4.
Kontribusi
Khalifah Ali ibn Abi Thalib dalam peradaban Islam
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan
timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah yang didukung
oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan
kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah,
Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara.
Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di
sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim
(arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar
dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat
Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut
Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan
al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20
ramadhan 40 H (660 M), Ali Ra terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij
yaitu Abdullah bin Muljam.[55]
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa pemerintahan Abu Bakar r.a adalah
masa transisi dari kepemimpinan seorang rasul yang mendapat bimbingan wahyu dan
mempunyai keabsulatan keputusan mutlak kepada seorang sahabat biasa. Maka masa
pemerintahan beliau ini diwarnai dengan pemberontakan-pemberontakan dan
geraka-gerakan riddah di beberapa wilayah.
Kesulitan dalam menumpas semua gerakan
yang merongrong kestabilan negara telah menarik perhatian dan waktu Abu Bakar
r.a, hingga tidak bisa berbuat banyak dalam urusan perluasan wilayah, disamping
umur pemerintahan beliau yang relatif singkat. Akan tetapi masa transisi ini
adalah salah satu masa terpenting dalam sejarah Islam, karena inilah masa
pertama dimana kepemimpinan negara Islam diambil oleh seorang yang bukan rasul,
dan mereka (Abu Bakar r.a dan rakyatnya) berhasil dengan gemilang.
Setelah masa transisi ini berhasil
dilalui, dan keamanan sudah relatif lebih tenang, maka khalifah selanjutnya,
Umar bin Khattab r.a, bisa lebih leluasa untuk memikrkan perluasan wilayah.
Dalam sepuluh tahun pemerintahannya beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah-wilayah
penting bagi beberapa imperium besar. Selain itu juga beliau telah berhasil
meletakkan sistem administrasi negara, hukum, dan politik yang mapan untuk
ukuran saat itu. Semoga Allah SWT menunjuki kita untuk bisa mengkaji sejarah
yang lebih dekat kepada faktanya. Amien.
Peralihan kepemimpinam pada utsman bin affan diwarnai
dengan ketidaksetujuan Ali, meskipun begitu utsman memberikan 2 periode pada
masa pemerintahannya yakni masa
kegemilangannya dan masa kemundurannya, dan akhirnya beliau pun wafat di
bunuh.
Selanjutnya
masa pemerintahan Ali bin abi thalib meskipun awalnya beliau tidak menerima
jabatan khalifah. Masa pemerintahannya di warnai banyak sekali pemberontakan
dan akhirnya Beliau pun di bunuh. Dan berakhirlah masa khulafaur rasyidin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Kedudukan Hadist tujuh puluh golongan. Tersedia di http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/09/kedudukan-hadits-tujuh-puluh-golongan.html
di akses tanggal 17 februari 2014
‘Abdurrahman , Syaikh . Biografi Abu Bakar Ash
Shiddiq Radhiallahu’anhu tersedia di http://muslim.or.id/biografi/biografi-abu-bakar-ash-shiddiq.html di akses tanggal 17 februari 2014
Abdurahman.
Ssitem pemerintahan Abu bakar dan Umar tersedia di http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/sistem-pemerintahan-abu-bakar-dan-umar.html
di akses tanggal 17 februari 2014
Ali, K, Study of Islamic Story. Delhi: Idarah
Adabiyah, 1980.
Atsir, Ibn, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. II. Beirut:
Daar Ashwar, 1965
________, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. III. Beirut:
Daar Ashwar, 1965.
Bacharah, Jere L, A Middle East Studies Handbook.
London: Universty Of Washington Press, 1974.
Bakhsh, Khuda, Politics In Islam. India: Idarah
Adabiyah Delli, 1975.
Haikal, Husain, Abu Bakar al-Shiddiq, terj. Abdul
Kadir Mahdawi. Solo: Pustaka Mantiq, 1994.
Hodgson, Marshall, The Venture Of Islam, jil. I.
Chicago: Chichago University Press, 1974.
Jafri, S.H. M, Dari Saqifah Sampai Imamah, terj.
Kieraha. Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Ja’far, Abu, Tarikh at-Thabari, jil. III,. Daar
Maarif: Kairo, 1963.
_________, Tarikh at-Thabari, jil. IV. Daar Maarif:
Kairo, 1963.
Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, terj.
Ghufron, bag. I dan II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan. Jakarta:
Mizan, 1996.
Nadwi, Abul Hasan, Kehidupan Nabi Muhammad,terj Yunus
Ali Muhdhar. Semarang : as-Syifa, 1992.
Nasution, Harun, e.d, Ensikopedi Islam di Indonesia.
Jakarta: Djambatan, 1992.
Nujjar, Abdul Wahhab, al-Khulafa’ ar-Rasyidun. Beirut:
Daar al-Qalam, 1986.
Nuruddin, Amiur, Ijtihad Umar bin Khattab. Jakarta:
Rajawali Press, 1991.
Schacht, Joseph, An Introduction To Islamic Law.
Inggris: Oxford Press, 1971.
Shidqi, Hasbiy, Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: PN
Bulan Bintang, 1970.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2000.
[2] Jaih
Mubarok, 2004. Sejarah peradaban Islam, Bandung : Pustaka bani Quraisy hal 39
[4]
Ensiklopedi Islam. Jilid I. 1994. Jakarta : PT ichtiar baru
[5] http://muslim.or.id/biografi/biografi-abu-bakar-ash-shiddiq.html
[6] Ahmad
Syalab, 1994, Sejarah kebudayaan Islam, Jilid I. Terj. Mukhtar Yahya : pustaka
Al Husna hal 206
[7]
Ensiklopedi Islam. Jilid I. Ibid
[8]
Harun.1995. Islam Rasional gagasan dan pemikiran. Bandung : Mizan hal 65
[9] Abu Ja’far, Tarikh at-Thabari, jil. III, h. 218. lihat juga
K. Ali, Study of Islamic Story (Delhi: Idarah Adabiyah, 1980), h. 81.
[10] Ira M. Lapidus,
Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron, bag. I dan II (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1999), h. 57
[12] Ira M. Lapidus menyatakan bahwa itulah tujuan umum dari munculnya
gerakan-gerakan ini. Ira, Sejarah Sosial, h. 57.
[13] Baik oleh Ibnu Atsir dan At-Thabari gerakan ini disebut Riddah, lih.
Ibnu Atsir, al-Kamil, h.576. dan Abu Ja’far, Tarikh, h. 230.
[15] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron, bag. I dan II
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 56
[16] Abu Ja’far, Tarikh Thabari, h. 218.
[29] S. H. M. Jafri,
Dari Saqifah Sampai Imamah, terj. Kieraha (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h.
39.
[37] Abul Hasan An-Nadwi, Kehidupan Nabi Muhammad,terj Yunus Ali Muhdhar,
(Semarang : as-Syifa, 1992), hal 577.
[48] Haekal, muhammad Husain: "Utsman bin Affan", halaman 142-144.
Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. ISBN : 978-979-8100-40-6
[49] http://KepemimpinanAbuBakar/masa-kemajuan-islamkhilafahrasyidah.html
[50] http://KepemimpinanAbuBakar/MakalahTentangKepemimpinblog.htm
[51] http://kisahsahabatnabi-byputri.blogspot.com/p/khulafaur-rasyidin.html
[52] Ahmad
Al-Usiry, op.cit., hal. 145-151
[53] Muhammad
Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 170
[54] Fitri
Oviyanti, Metodologi Studi Islam, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2007),
hal. 127-128
[55] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindopersada, 2008), hal. 39-40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar