Sabtu, 15 November 2014

Makalah Prospek Pangan Utama

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur.  Dengan iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok, maka hampir seluruh tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian, umbi-umbian dan kacang-kacangan) dapat tumbuh dengan relatif baik di Indonesia
Kedelai (Glycine max  (L.) Merr) adalah komoditas  pangan yang sudah lama banyak dibudidayakan di Indonesia, pada saat ini kedelai tidak hanya diposisikan sebagai bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan baku industri non-pangan. Beberapa produk yang dihasilkan antara lain tempe, tahu, es krim, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak ,dan bahan baku industri. 
Sifat multiguna yang ada pada kedelai menyebabkan tingginya permintaan kedelai di dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein sehingga kedelai semakin banyak diminati.  Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan kedelai di dalam negeri meningkat setiap tahunnya.
Menurut  Rahman Pinem, Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian,  kebutuhan kedelai untuk industri tahu tempe cukup tinggi. Setiap tahunnya, rata-rata membutuhkan kedelai sebanyak 2,3 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya sekitar 800 ribu - 900 ribu ton. Padahal kebutuhan untuk pengrajin tahu dan tempe mencapai 1,6 juta ton (Majalah Dunia Industri, Minggu 24 Juli 2011).
Dalam memproduksi kedelai, pemerintah juga terkendala dengan menyempitnya lahan garapan yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan industri, sehingga berdampak negatif pada hasil produksi kedelai nasional. Sehinga untuk memenuhi permintaan kedelai yang terus meningkat, pemerintah menginpor kedelai dari luar negri.

1.2.Rumusan Masalah

1.    Bagamana prospek pemanfaatan kedelai di indonesia dalam berbagai bidang.
2.    Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang budidaya kedelai di indonesia.

1.3.Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa tanaman Kedelai merupakan tanaman multifungsi yang dapat dimanfaatkan, serta mengetahui nilai ekonomis yang dihasilkan dari Kedelai. Selain itu, Kedelai yang berkualitas juga mempunyai potensi dan prospek usaha yang cukup besar dalam peluang dan konsumsinya agar dapat bersaing dengan komoditi lainnya sehingga dapat meningkatkan nilai ekspor kedelai dipasar global.


















BAB II

PEMBAHASAN

2.1.  Prospek Budidaya Kedelai Di Indonesia

2.1.1. Prospek Kedelai dari Sisi Permintaan dan Pengembangan Agribisnis

Dalam sisis permintaan, kedelai memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan secara komersial. Kedelai merupakan komoditas bahan baku industri pengolahan susu kedelai, tahu dan tempe dan produk industri hasil olahan lainnya. Permintaan kedelai selama 15 tahun terakhir sangat tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar. Membanjirnya impor kedelai untuk konsumsi, industri dan sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak di Indonesia membuktikan bahwa komoditas ini belum bisa dipenuhi dari dalam negeri. Ini berarti peluang besar bagi pelaku agribisnis untuk memanfaatkan potensi kedelai.
Prospek pengembangan kedelai yang dilakukan dalam negeri guna untuk menekan laju impor cukup baik, mengingat ketersediaan sumber daya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, dan di imbangi teknologi yang cangih, dengan sasaran peningkatan produksi 15%per tahun, sasaran produksi 60% dicapai pada tahun 2009. dan swasembada baru tercapai pada tahun 2015. Di samping itu, pasar komoditas kedelai masih terbuka lebar. Selain itu untuk peningkatan hasil produksivitas diperlukan strategi seperti : perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra- struktur, serta pengaturan tata niaga dan insentif usaha.
Agar tujuan dan sasaran pengembangan kedelai dapat tercapai maksimal, dukungan dan partisipasi dan kebijakan pemerintah, mulai dari subsistem hulu hingga ke subsistem hilir, komitmen dari stakeholder swasta/pengusaha, penyuluh, serta masyarakat pertanian dalam pengembangan budidaya kedelai sangat diperlukan.
Sehingga kedepannya diharapkan kebutuhan akan kedelai Indonesia dapat di suplay tanpa harus impor dari luar. Untuk mendukung upaya khusus peningkatan produksi kedelai tersebut diperlukan investasi yang sangat besar.

2.1.2. Prospek Industri

Kedelai dapat diolah menjadi berbagai produk, baik produkpangan, obat-obatan, industri maupun pakan. Produk olahan kedelai yang populer di masyarakat dewasa ini adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, dan produk nonfermentasi seperti tahu, susu, dan daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang), dan produk nonfermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba dan lain-lain. Produk lainnya dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah lagi untuk produk pangan dan produk industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine, dan mayonaise. Isolat protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan, antara lain roti-rotian, es krim, yoghurt, makanan bayi (infant formula), kembang gula dan lain-lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi adalah bahan baku penting rangsum ternak (pakan).
Di Indonesia, kedelai lebih banyak digunakan untuk tahu dan tempe. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 mencapai 1,78 juta ton atau 88% dari total kebutuhan dalam negeri, sedangkan 12% sisanya untuk berbagai keperluan makanan olahan dan bahan baku industri lainnya.

2.1.3. Prospek Kebijakan Strategis Swasembada

Kelangkaan minyak tanah dipasaran mungkin sudah menjadi hal biasa bagi sebagian kalangan. Namun naiknya harga kedelai dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.800/kg sungguh merupakan berita besar karena kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak 24 tahun terakhir. Akibatnya ribuan produsen tahu dan tempe diseluruh tanah air gulung tikar. Mereka benar-benar terpukul. Sebagian terpaksa mengurangi jumlah pekerja, memperkecil ukuran dan menurunkan kualitas, menaikkan harga hingga menghentikan produksinya. Tak pelak, perekonomian nasional pun terpukul dalam karena produksi tahu dan tempe ini merupakan produksi menengah kebawah yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, mengatakan gejolak harga kedelai disebabkan oleh masalah klasik yakni turunnya produksi dalam negeri dan naiknya harga di pasar global. Menurut catatan BPS pada tahun 2006 produksi kedelai nasional mencapai 747.611 ton, pada tahun 2007 turun menjadi 608.263 ton. Di sisi lain, peningkatan impor kedelai naik 6,7 persen setiap tahunnya. Ada banyak penyebab turunnya produksi kedelai nasional diantaranya gagal panen, menciutnya lahan tanaman pangan, dan bencana alam.
Jika kita melihat tingkat kebutuhan kedelai dalam negeri yang mencapai 1,9 juta-2 juta ton per tahun, maka sekitar 70% kebutuhan kedelai bergantung pada impor dari luar negeri. Hal ini praktis menyebabkan naiknya harga kedelai dunia yang saat ini mencapai 100% dari 300 dollar AS per ton menjadi 600 dollar AS per ton, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi harga kedelai nasional.
Kebijakan impor yang dominan terhadap produksi nasional ini sesungguhnya justru semakin memperpuruk perekonomian rakyat. Jika kita melihat kembali kebijakan yang dilakukan pemerintah pada tahun 1999, dengan kebijakan pasar bebasnya pemerintah membuka keran impor kedelai dan menurunkan bea masuk. Waktu itu pasar nasional dibanjiri kedelai impor, akibatnya harga kedelai di tingkat petani tertekan, petani banyak yang merugi dan sebagai akibatnya banyak petani yang hengkang dari produksi kedelai.
Kebijakan impor ini akan bertambah rumit ketika partai dan politik ikut menyelimuti perdagangan antar negara.
Keadaan ini diperparah dengan kebijakan pertanian yang keliru. Pemerintah mengutamakan usaha-usaha agrobisnis perkebunan yang berlahan luas seperti kelapa sawit, disisi lain pembangunan tanaman pangan terbengkalai. Sedangkan infrastruktur irigasi tidak digunakan bahkan yang sudah ada pun tidak dipelihara sehingga kuantitas dan kualitasnya menurun. Sementara itu, jumlah lahan pertanian pangan terus menyusut dan tidak dijalankannya pembaruan agrarian. Disamping itu janji pemerintah untuk membagi-bagikan lahan kepada petani melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak ada perwujudannya. Sehingga wajar jika para petani sudah tidak tertarik lagi menanam kedelai karena tidak adanya insentif bagi petani untuk menanam kedelai dan harga kedelai dipasar tidak bisa menutupi ongkos produksi.
Menyangkut solusi gejolak harga kedelai saat ini, memang perlu diadakan operasi pasar untuk menurunkan dan menyetabilkan harga. Untuk sementara waktu, menurut Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Ir Nur Hidayat dengan melakukan substitusi bisa diterapkan. Substitusi atau bahan pengganti bisa ditempuh dengan mengkombinasikan antara kacang kedelai impor dengan kedelai lokal. Jika dirasa masih mahal, maka bisa dicari bahan baku lain yang tetap berasal dari kacang-kacangan. Misalnya kacang hijau, koro, isi kacang panjang dan bahkan petai Cina.
Namun secara jangka panjang kita harus berswasembada kedelai karena kedelai yang ada di pasar dunia tidak akan mencukupi kebutuhan Indonesia jikalau produksi nasional terus turun. Untuk mencapai swasembada itu ada tiga hal utama yang harus dilakukan pemerintah, pertama, segera melaksanakan pembaruan agraria. Kedua, membangun infrastruktuir di pedesaan seperti irigasi dan jalan-jalan desa bukan hanya jalan tol saja yang dibangun. Ketiga, tegakkan kedaulatan pangan dengan cara berswasembada dan melepaskan ketergantungan terhadap mekanisme pasar bebas.
Mengenai kebijakan pemerintah yang menurunkan tarif impor dari 10% hingga 0% sesungguhnya takkan mampu memberikan dampak yang signifikan, jika pada kenyataannya impor masih tetap dominan. Yang justru nampak dari kondisi ini adalah kealpaan kebijakan dalam ketahanan pangan. Pemerintah tidak memiliki strategi kebijakan atas produksi dan system komoditas kedelai yang mapan jika menghadapkan petani dengan pasar global. Akhirnya seperti realita saat ini, petani kalah dalam persaingan global yang dibiarkan oleh pemerintah. Jelas saja, karena kemampuan kolektif pemerintah menyiasati kebijakan perdagangan kedelai hanya mengambil jalan pintas yang bebas bersifat liberal yang mematikan potensi petani.

2.2.  Permasalahan Yang Terjadi Di Indonesia

2.2.1. Permasalahan Aspek sistem produksi

Yang menjadi hambatan internal yang teridentifikasi dalam aspek sistem produksi meliputi:
a.       ketersediaan sarana produksi yang makin terbatas,
b.      Sistem penyuluhan masih lemah, dan
c.       Akses petani terhadap sumber modal terbatas.
Ketersediaan benih varietas unggul baru yang masih sangat terbatas ini, sehingga membuat produktivitas hasil kedelai masih rendah. Hingga kini penggunaan varietas unggul baru masih mencapai 20% dan penggunaan benih yang bersertifikat hanya 10%. Benih bersertifikat merupakan jaminan pemerintah. Namun hingga saat ini untuk menyediakan benih bermutu masih sangat rendah, sehingga belum banyak petani yang menggunakan benih bersertifikat. Hal ini dikarenakan jumlah penangkar yang masih sangat terbatas, proses sertifikasi kedelai yang rumit dan keuntungan menjadi penangkar benih kedelai yang sangat kecil. Selain benih bermutu, pupuk dan pestisida makin mahal, sehingga makin tidak terjangkau oleh petani.

2.2.2. Permasalahan Harga Kedelai

Fluktuasi harga kedelei juga berpengaruh terhadap produksi petani. Harga kedele yang terlalu rendah pada saat musim panen akan mengakibatkan keengganan petani untuk memanen. Harga kedelei dapat dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedele internasional, dikarenakan sebagaian besar pasokan kedele kita berasal dari impor.
Selama ini harga kedelai dipermainkan importir. Begitu panen raya, kedelai banjir di pasaran sehingga harga anjlok. Akibat turunnya harga membuat petani tak mau memanen kedelainya. Petani kemudian menjadi enggan menanam kedelai lagi. Dampak lanjutan agenda swasembada kedelai yang dicanangkan pemerintah dijamin tidak terwujud akibatnya kita menjadi terus bergantung pada impor.
Solusinya adalah dengan peningkatan system produksi yang baik dan lancar, karena dapat memperbaiki system pemasaran yang ada saat ini. Semakin meningkatknya produksi kedelai maka akan mengakibatkan lonjakan harga kedelai yang lebih stabil. Hal inilah yang memberikan peluang usaha yang lebih baik akan komoditas kedelai.

2.2.3. Pernasalahan Pemasaran

Kendala dan masalah pemasaran kedelai  ini terjadi karena
a.       Produksi kedelai terpusat dalam kantong-kantong kecil yang letaknya saling berjauhan.
b.      Pengendalian mutu sulit diterapkan.
c.       Musim dan kombinasi usaha menyulitkan penilaian ekonomi.
Sistem pemasaran memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan dengan sistem produksi. Distribusi produksi yang berada di kantong-kantong kecil menyulitkan efesiensi angkutan dan pemasarannya. Pengembangan sistem pemasaran seharusnya sejalan dengan sistem produksi. Hal ini dikarenakan sistem pemasaran dapat diperbaiki apabila produski meningkat. Meskipun demikian, peningkatan produksi juga tergantung pada ketersediaan layanan sistem pemasaran yang handal.

2.2.4. Permasalahan Pupuk

Hingga kini lemahnya lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang berperan mengawasi distribusi pupuk hingga ke petani. Hal ini mempengaruhi tidak maksimalnya sistem distribusi pupuk. Itulah sebabnya selalu terulang, pupuk menghilang di pasaran ketika petani bersiap-siap memulai musim tanam.
Petani di berbagai wilayah berusaha untuk mendapatkan pupuk. Salah satu contoh yang dialami petani SPI di Jawa Timur, sejak Oktober 2008 lalu pupuk praktis menghilang. Mereka pun akhirnya mengadakan audiensi dengan industri pupuk Indakop. Namun hingga waktu petani membutuhkan pupuk penyediaan pupuk ini tidak terealisasi.
Pencanangan Go-Organic 2010 agar petani lebih mandiri tidak tercermin dari anggaran subsidinya ditahun 2008 yang hanya 474 Milyar untuk pupuk organik dari total subsidi pupuk sebesar 15, 175 Triliun. Padahal salah satu langkah yang terbaik tentu ialah mendukung pengembangan pupuk organik yang dapat dikembangkan sendiri oleh petani. Dukungan pemerintah kearah itu lah yang harus diperbesar. Pengembangan pupuk organik ini selain mengembalikan kesuburan tanah dan membantu meningkatkan produktivitas juga akan sangat berperan dalam membangun kedaulatan petani. Petani dapat menghasilkan pupuk yang dibutuhkannya sendiri.
Untuk menjawab persoalan tersebut, keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) selayaknya berdiri di setiap kepenghuluan. Karena KUD mampu memberikan solusi bagi petani kedelai menyangkut sejumlah permasalahan seperti penyediaan pupuk, stabilitas harga pupuk tidak dipermainkan spekulan seenaknya, dan koordinasi antara pemerintah dan masyarakat petani terkesan lebih bersingergis dengan baik.
Jika KUD berdiri, hal itu semakin memudahkan bagi petani dan selanjutnya mampu meningkatkan efektifitas kerja dan efesiensi waktu sehingga hasil yang diharapkan bisa lebih optimal lagi.

















BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, Indonesia masih ha-rus terus melakukan impor yang rata-rata sebesar 40% dari kebutuhan kedelai nasional meningkat dari tahunke tahun, produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki kecenderungan terus menurun.  Hal ini menyebabkan ketergantungan akan kedelai impor terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus meningkat.  Puncak impor tertinggi tercatat untuk tahun 1996 sebesar 743 ribu ton, suatu peningkatan impor sebesar 50% dari tahun sebelumnya (496 ribu ton).  Sementara itu angka impor terendah selama kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar 700 ribu ton.  Secara keseluruhan selama kurun waktu tersebut kecenderungan impor kedelai nasional menunjukkan peningkatan sebesar 8,59%.

3.2.Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka direkomendasikan agribisnis kedelai merupakan kegiatan usaha yang menarik dan dapat ditawarkan kepada para investor.













DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (BAPEPTI) http://www.bappebti.go.id/
Hasanawi Masturi. 2012. Kajian Ekonomi Usahatani Kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu : Bengkulu
Kementrian Pertanian http://www.deptan.go.id
Kementrian Perdagangan http://www.depdag.go.id
Pandangan Petani atas Kebijakan Pertanian Pemerintah tahun 2008
Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai http://203.176.181.70/bppi/lengkap/0107-KEDELAI.pdf



Tidak ada komentar: