BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia
adalah negara yang memiliki sumber daya alam berupa lahan yang
relatif cukup luas dan subur. Dengan iklim, suhu dan kelembaban yang
cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok, maka hampir seluruh
tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian, umbi-umbian dan kacang-kacangan)
dapat tumbuh dengan relatif baik di Indonesia.
Kedelai
(Glycine max (L.) Merr) adalah komoditas pangan yang sudah lama banyak dibudidayakan di Indonesia, pada saat ini kedelai tidak hanya diposisikan sebagai
bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan baku industri
non-pangan. Beberapa produk yang dihasilkan antara lain tempe, tahu, es krim,
susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak ,dan bahan baku
industri.
Sifat
multiguna yang ada pada kedelai menyebabkan tingginya permintaan kedelai di
dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein sehingga kedelai semakin banyak diminati. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,
permintaan kedelai di dalam negeri meningkat setiap tahunnya.
Menurut Rahman Pinem, Ditjen Tanaman Pangan Kementerian
Pertanian, kebutuhan kedelai untuk
industri tahu tempe cukup tinggi. Setiap tahunnya, rata-rata membutuhkan kedelai sebanyak 2,3 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya
sekitar 800 ribu - 900 ribu ton. Padahal kebutuhan untuk pengrajin tahu dan tempe mencapai 1,6 juta ton (Majalah Dunia Industri,
Minggu 24 Juli 2011).
Dalam
memproduksi kedelai, pemerintah juga terkendala dengan menyempitnya lahan garapan yang beralih fungsi
menjadi lahan pemukiman dan industri, sehingga berdampak negatif pada hasil produksi kedelai nasional. Sehinga untuk memenuhi permintaan kedelai yang
terus meningkat, pemerintah menginpor kedelai dari luar negri.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Bagamana prospek pemanfaatan
kedelai di indonesia dalam berbagai bidang.
2.
Bagaimana cara mengatasi
permasalahan yang budidaya kedelai di indonesia.
1.3.Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa tanaman
Kedelai merupakan tanaman multifungsi yang dapat dimanfaatkan, serta mengetahui
nilai ekonomis yang dihasilkan dari Kedelai. Selain itu, Kedelai yang
berkualitas juga mempunyai potensi dan prospek usaha yang cukup besar dalam
peluang dan konsumsinya agar dapat bersaing dengan komoditi lainnya sehingga
dapat meningkatkan nilai ekspor kedelai dipasar global.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Prospek Budidaya Kedelai Di
Indonesia
2.1.1. Prospek Kedelai dari
Sisi Permintaan dan Pengembangan
Agribisnis
Dalam sisis permintaan, kedelai
memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan secara komersial. Kedelai
merupakan komoditas bahan baku industri pengolahan susu kedelai, tahu dan
tempe dan produk industri hasil olahan lainnya. Permintaan kedelai
selama 15 tahun terakhir sangat tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh produksi
dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar. Membanjirnya
impor kedelai untuk konsumsi, industri dan sebagai bahan baku pembuatan pakan
ternak di Indonesia membuktikan bahwa komoditas ini belum bisa dipenuhi dari
dalam negeri. Ini berarti peluang besar bagi pelaku agribisnis untuk
memanfaatkan potensi kedelai.
Prospek
pengembangan kedelai yang dilakukan dalam negeri guna untuk
menekan laju impor cukup baik, mengingat ketersediaan sumber daya
lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, dan di imbangi teknologi yang cangih, dengan
sasaran peningkatan produksi 15%per tahun, sasaran produksi 60% dicapai pada
tahun 2009. dan swasembada baru tercapai pada tahun 2015. Di
samping itu, pasar komoditas kedelai masih terbuka lebar. Selain itu untuk peningkatan hasil produksivitas diperlukan strategi seperti : perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi,
penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai
tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra-
struktur, serta pengaturan tata niaga dan insentif usaha.
Agar
tujuan dan sasaran pengembangan kedelai dapat tercapai maksimal, dukungan dan partisipasi dan kebijakan pemerintah,
mulai dari subsistem hulu hingga ke subsistem hilir, komitmen dari stakeholder swasta/pengusaha, penyuluh,
serta masyarakat pertanian dalam pengembangan budidaya kedelai sangat diperlukan.
Sehingga
kedepannya diharapkan kebutuhan akan kedelai Indonesia dapat di suplay tanpa
harus impor dari luar. Untuk mendukung upaya khusus peningkatan produksi
kedelai tersebut diperlukan investasi yang sangat besar.
2.1.2. Prospek Industri
Kedelai dapat
diolah menjadi berbagai produk, baik produkpangan, obat-obatan, industri maupun
pakan. Produk olahan kedelai yang populer di masyarakat dewasa ini adalah
produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, dan produk nonfermentasi
seperti tahu, susu, dan daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang),
dan produk nonfermentasi lainnya seperti
keju kedelai, yuba dan lain-lain. Produk
lainnya dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah lagi untuk
produk pangan dan produk
industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak
goreng, mentega putih, margarine, dan mayonaise. Isolat protein
dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan, antara lain
roti-rotian, es krim, yoghurt, makanan bayi (infant formula), kembang gula dan
lain-lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi adalah bahan baku
penting rangsum ternak (pakan).
Di Indonesia, kedelai lebih
banyak digunakan untuk tahu dan tempe. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan
kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 mencapai 1,78 juta ton atau 88%
dari total kebutuhan dalam negeri, sedangkan 12% sisanya untuk berbagai
keperluan makanan olahan dan bahan baku industri lainnya.
2.1.3. Prospek Kebijakan
Strategis Swasembada
Kelangkaan minyak tanah
dipasaran mungkin sudah menjadi hal biasa bagi sebagian kalangan. Namun naiknya
harga kedelai dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.800/kg sungguh merupakan berita
besar karena kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak 24 tahun terakhir.
Akibatnya ribuan produsen tahu dan tempe diseluruh tanah air gulung tikar.
Mereka benar-benar terpukul. Sebagian terpaksa mengurangi jumlah pekerja,
memperkecil ukuran dan menurunkan kualitas, menaikkan harga hingga menghentikan
produksinya. Tak pelak, perekonomian nasional pun terpukul dalam karena
produksi tahu dan tempe ini merupakan produksi menengah kebawah yang cukup
banyak menyerap tenaga kerja.
Ketua Umum Serikat Petani
Indonesia (SPI) Henry Saragih, mengatakan gejolak harga kedelai disebabkan oleh
masalah klasik yakni turunnya produksi dalam negeri dan naiknya harga di pasar
global. Menurut catatan BPS pada tahun 2006 produksi kedelai nasional mencapai
747.611 ton, pada tahun 2007 turun menjadi 608.263 ton. Di sisi lain,
peningkatan impor kedelai naik 6,7 persen setiap tahunnya. Ada banyak penyebab
turunnya produksi kedelai nasional diantaranya gagal panen, menciutnya lahan
tanaman pangan, dan bencana alam.
Jika kita melihat tingkat
kebutuhan kedelai dalam negeri yang mencapai 1,9 juta-2 juta ton per tahun,
maka sekitar 70% kebutuhan kedelai bergantung pada impor dari luar negeri. Hal
ini praktis menyebabkan naiknya harga kedelai dunia yang saat ini mencapai 100%
dari 300 dollar AS per ton menjadi 600 dollar AS per ton, memberikan dampak
yang cukup signifikan bagi harga kedelai nasional.
Kebijakan impor yang
dominan terhadap produksi nasional ini sesungguhnya justru semakin memperpuruk
perekonomian rakyat. Jika kita melihat kembali kebijakan yang dilakukan
pemerintah pada tahun 1999, dengan kebijakan pasar bebasnya pemerintah membuka
keran impor kedelai dan menurunkan bea masuk. Waktu itu pasar nasional
dibanjiri kedelai impor, akibatnya harga kedelai di tingkat petani tertekan,
petani banyak yang merugi dan sebagai akibatnya banyak petani yang hengkang
dari produksi kedelai.
Kebijakan impor ini akan
bertambah rumit ketika partai dan politik ikut menyelimuti perdagangan antar
negara.
Keadaan ini diperparah
dengan kebijakan pertanian yang keliru. Pemerintah mengutamakan usaha-usaha
agrobisnis perkebunan yang berlahan luas seperti kelapa sawit, disisi lain
pembangunan tanaman pangan terbengkalai. Sedangkan infrastruktur irigasi tidak
digunakan bahkan yang sudah ada pun tidak dipelihara sehingga kuantitas dan
kualitasnya menurun. Sementara itu, jumlah lahan pertanian pangan terus
menyusut dan tidak dijalankannya pembaruan agrarian. Disamping itu janji
pemerintah untuk membagi-bagikan lahan kepada petani melalui Badan Pertanahan
Nasional (BPN) tidak ada perwujudannya. Sehingga wajar jika para petani sudah
tidak tertarik lagi menanam kedelai karena tidak adanya insentif bagi petani
untuk menanam kedelai dan harga kedelai dipasar tidak bisa menutupi ongkos
produksi.
Menyangkut solusi gejolak
harga kedelai saat ini, memang perlu diadakan operasi pasar untuk menurunkan
dan menyetabilkan harga. Untuk sementara waktu, menurut Ahli Teknologi Pangan
Indonesia (PATPI), Ir Nur Hidayat dengan melakukan substitusi bisa diterapkan.
Substitusi atau bahan pengganti bisa ditempuh dengan mengkombinasikan antara
kacang kedelai impor dengan kedelai lokal. Jika dirasa masih mahal, maka bisa
dicari bahan baku lain yang tetap berasal dari kacang-kacangan. Misalnya kacang
hijau, koro, isi kacang panjang dan bahkan petai Cina.
Namun secara jangka panjang
kita harus berswasembada kedelai karena kedelai yang ada di pasar dunia tidak
akan mencukupi kebutuhan Indonesia jikalau produksi nasional terus turun. Untuk
mencapai swasembada itu ada tiga hal utama yang harus dilakukan pemerintah,
pertama, segera melaksanakan pembaruan agraria. Kedua, membangun infrastruktuir
di pedesaan seperti irigasi dan jalan-jalan desa bukan hanya jalan tol saja
yang dibangun. Ketiga, tegakkan kedaulatan pangan dengan cara berswasembada dan
melepaskan ketergantungan terhadap mekanisme pasar bebas.
Mengenai kebijakan
pemerintah yang menurunkan tarif impor dari 10% hingga 0% sesungguhnya takkan
mampu memberikan dampak yang signifikan, jika pada kenyataannya impor masih
tetap dominan. Yang justru nampak dari kondisi ini adalah kealpaan kebijakan
dalam ketahanan pangan. Pemerintah tidak memiliki strategi kebijakan atas
produksi dan system komoditas kedelai yang mapan jika menghadapkan petani
dengan pasar global. Akhirnya seperti realita saat ini, petani kalah dalam
persaingan global yang dibiarkan oleh pemerintah. Jelas saja, karena kemampuan
kolektif pemerintah menyiasati kebijakan perdagangan kedelai hanya mengambil
jalan pintas yang bebas bersifat liberal yang mematikan potensi petani.
2.2. Permasalahan Yang Terjadi Di
Indonesia
2.2.1. Permasalahan Aspek sistem produksi
Yang menjadi hambatan
internal yang teridentifikasi dalam aspek sistem produksi meliputi:
a. ketersediaan sarana produksi yang makin
terbatas,
b. Sistem penyuluhan masih lemah, dan
c. Akses petani terhadap sumber modal terbatas.
Ketersediaan benih varietas
unggul baru yang masih sangat terbatas ini, sehingga membuat produktivitas
hasil kedelai masih rendah. Hingga kini penggunaan varietas unggul baru masih mencapai 20% dan penggunaan
benih yang bersertifikat hanya 10%. Benih bersertifikat merupakan jaminan pemerintah. Namun hingga saat ini untuk menyediakan benih
bermutu masih sangat rendah, sehingga belum banyak
petani yang menggunakan benih bersertifikat. Hal ini dikarenakan jumlah
penangkar yang masih sangat terbatas, proses sertifikasi kedelai yang rumit dan
keuntungan menjadi penangkar benih kedelai yang sangat kecil. Selain benih
bermutu, pupuk dan pestisida makin mahal, sehingga makin tidak terjangkau oleh
petani.
2.2.2. Permasalahan Harga Kedelai
Fluktuasi harga kedelei
juga berpengaruh terhadap produksi petani. Harga kedele yang terlalu rendah
pada saat musim panen akan mengakibatkan keengganan petani untuk memanen. Harga
kedelei dapat dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedele internasional,
dikarenakan sebagaian besar pasokan kedele kita berasal dari impor.
Selama ini harga kedelai
dipermainkan importir. Begitu panen raya, kedelai banjir di pasaran sehingga
harga anjlok. Akibat turunnya harga membuat petani tak mau memanen kedelainya.
Petani kemudian menjadi enggan menanam kedelai lagi. Dampak lanjutan agenda
swasembada kedelai yang dicanangkan pemerintah dijamin tidak terwujud akibatnya
kita menjadi terus bergantung pada impor.
Solusinya adalah dengan
peningkatan system produksi yang baik dan lancar, karena dapat memperbaiki
system pemasaran yang ada saat ini. Semakin meningkatknya produksi kedelai
maka akan mengakibatkan lonjakan harga kedelai yang lebih stabil. Hal inilah
yang memberikan peluang usaha yang lebih baik akan komoditas kedelai.
2.2.3. Pernasalahan Pemasaran
Kendala dan masalah
pemasaran kedelai ini terjadi karena
a. Produksi
kedelai terpusat dalam kantong-kantong kecil yang letaknya saling berjauhan.
b. Pengendalian
mutu sulit diterapkan.
c. Musim
dan kombinasi usaha menyulitkan penilaian ekonomi.
Sistem pemasaran memiliki
saling keterkaitan dan ketergantungan dengan sistem produksi. Distribusi
produksi yang berada di kantong-kantong kecil menyulitkan efesiensi angkutan
dan pemasarannya. Pengembangan sistem pemasaran seharusnya sejalan dengan sistem
produksi. Hal ini dikarenakan sistem pemasaran dapat diperbaiki apabila
produski meningkat. Meskipun demikian, peningkatan produksi juga tergantung
pada ketersediaan layanan sistem pemasaran yang handal.
2.2.4. Permasalahan Pupuk
Hingga kini lemahnya lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang berperan
mengawasi distribusi pupuk hingga ke petani. Hal ini mempengaruhi tidak
maksimalnya sistem distribusi pupuk. Itulah sebabnya selalu terulang, pupuk
menghilang di pasaran ketika petani bersiap-siap memulai musim tanam.
Petani di berbagai wilayah berusaha untuk mendapatkan pupuk. Salah satu
contoh yang dialami petani SPI di Jawa Timur, sejak Oktober 2008 lalu pupuk
praktis menghilang. Mereka pun akhirnya mengadakan audiensi dengan industri
pupuk Indakop. Namun hingga waktu petani membutuhkan pupuk penyediaan pupuk ini
tidak terealisasi.
Pencanangan Go-Organic 2010 agar petani lebih mandiri tidak tercermin dari
anggaran subsidinya ditahun 2008 yang hanya 474 Milyar untuk pupuk organik dari
total subsidi pupuk sebesar 15, 175 Triliun. Padahal salah satu langkah yang
terbaik tentu ialah mendukung pengembangan pupuk organik yang dapat
dikembangkan sendiri oleh petani. Dukungan pemerintah kearah itu lah yang harus
diperbesar. Pengembangan pupuk organik ini selain mengembalikan kesuburan tanah
dan membantu meningkatkan produktivitas juga akan sangat berperan dalam
membangun kedaulatan petani. Petani dapat menghasilkan pupuk yang dibutuhkannya
sendiri.
Untuk menjawab persoalan tersebut, keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD)
selayaknya berdiri di setiap kepenghuluan. Karena KUD mampu memberikan solusi
bagi petani kedelai menyangkut sejumlah permasalahan seperti penyediaan pupuk,
stabilitas harga pupuk tidak dipermainkan spekulan seenaknya, dan koordinasi
antara pemerintah dan masyarakat petani terkesan lebih bersingergis dengan
baik.
Jika KUD berdiri, hal itu semakin memudahkan bagi petani dan selanjutnya
mampu meningkatkan efektifitas kerja dan efesiensi waktu sehingga hasil yang
diharapkan bisa lebih optimal lagi.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Untuk
memenuhi kebutuhan dalam negerinya, Indonesia masih ha-rus terus melakukan
impor yang rata-rata sebesar 40% dari kebutuhan kedelai nasional meningkat dari
tahunke tahun, produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki
kecenderungan terus menurun. Hal ini menyebabkan ketergantungan akan
kedelai impor terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus
meningkat. Puncak impor tertinggi tercatat untuk tahun 1996 sebesar 743
ribu ton, suatu peningkatan impor sebesar 50% dari tahun sebelumnya (496 ribu
ton). Sementara itu angka impor terendah selama kurun waktu tersebut
terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar 700 ribu ton. Secara keseluruhan
selama kurun waktu tersebut kecenderungan impor kedelai nasional menunjukkan
peningkatan sebesar 8,59%.
3.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka direkomendasikan
agribisnis kedelai merupakan kegiatan usaha yang menarik dan dapat ditawarkan
kepada para investor.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (BAPEPTI) http://www.bappebti.go.id/
Hasanawi Masturi. 2012. Kajian Ekonomi Usahatani
Kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu :
Bengkulu
Kementrian Pertanian http://www.deptan.go.id
Kementrian Perdagangan http://www.depdag.go.id
Pandangan Petani atas Kebijakan Pertanian Pemerintah
tahun 2008
Prospek dan arah
Pengembangan Agribisnis Kedelai http://203.176.181.70/bppi/lengkap/0107-KEDELAI.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar