Untuk memenuhi kebutuhan jagung
nasional diperlukan upaya peningkatan produksi melalui peningkatan
produktivitas lahan dan tanaman serta perluasan areal tanam. Dewasa ini diperkirakan areal pertanaman jagung pada lahan sawah
irigasi dan lahan kering meningkat masing-masing 10 – 15% dan 20 – 30% terutama
pada daerah produksi jagung komersial.
Penelitian oleh
berbagai institusi pemerintah maupun swasta telah menghasilkan teknologi budi
daya jagung dengan produktivitas 4,5-10,0 t/ha, bergantung pada potensi lahan
dan teknologi produksi yang diterapkan (Subandi et al. 2006). Produktivitas
jagung nasional baru mencapai 3,4 t/ha (Hafsah 2004, Departemen Pertanian
2004). Salah satu faktor yang menyebabkan besarnya kesenjangan hasil jagung
antara di tingkat penelitian dengan di tingkat petani adalah lambannya proses
penyebaran dan adopsi teknologi. Berbagai masalah dan tantangan perlu diatasi
dalam penyebaran teknologi. Teknologi yang disebarkan untuk para petani harus
memenuhi sejumlah persyaratan. Selain itu, kebijakan pemerintah dalam hal penyebaran
teknologi diperlukan untuk mendukung pengembangan agribisnis jagung.
Potensi
pengembangan jagung terutama di lahan kering dinilai masih terbuka karena hasil
rata-rata masih rendah yaitu 1.2 ton/ha. Padahal potensi hasil yang bisa
dicapai adalah sebesar 4,5 ton/ha untuk varietas bersari bebas dan 5-7.6 ton/ha
untuk jagung hibrida. Ini terjadi karena dalam teknologi
budi daya, waktu tanam dan pola tanam merupakan salah satu masalah yang
dihadapi dalam upaya peningkatan produktivitas jagung adalah penanaman yang
sering tertunda. Pada lahan kering dengan iklim kering dengan curah hujan
terbatas dan eratik, penanaman jagung harus tepat waktu agar tanaman tidak
mengalami kekeringan. Pada lahan sawah tadah hujan pada musim kemarau, jagung
sebaiknya ditanam segera setelah panen padi pada saat kondisi tanah masih
lembab, dan sumur akan dibuat untuk menjamin ketersedian air bagi tanaman. Pada
lahan sawah irigasi dengan air terbatas, pembuatan sumur pompa merupakan salah
satu alternative yang dapat dilakukan.
Hal ini dapat ditempuh melalui penyempurnaan
atau perbaikan teknologi produksi seperti penggunaan pengolahan tanah sempurna,
varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama penyakit terpadu serta penanganan
panen dan pasca panennya.
1.
Penyiapan
Lahan
Di
daerah dengan curah hujan yang terbatas, penanaman jagung tidak boleh ditunda. Karena
penundaan waktu tanam menyebabkan tanaman mengalami kekeringan atau bahkan
gagal panen. Masalah yang dihadapi dalam penyiapan lahan adalah tanah yang
keras pada saat kering, atau lengket pada saat basah. Dalam kondisi demikian,
teknik tanpa olah tanah (TOT) dapat diterapkan. Cara penyiapan lahan sangat
bergantung pada fisik tanah seperti tekstur tanah. Tanah dengan tekstur berat
perlu pengolahan yang intensif. Sebaliknya, tanah dengan tekstur ringan sampai
sedang dapat disiapkan dengan teknik olah tanah konservasi seperti olah tanah
minimum (OTM) atau TOT. Keuntungan penyiapan lahan dengan teknik olah tanah
konservasi adalah dapat memajukan waktu tanam, menghemat tenaga kerja,
mengurangi pemakaian bahan bakar untuk mengolah tanah dengan traktor,
mengurangi erosi, dan meningkatkan kandungan air tanah (FAO 2000). Budi daya
jagung dengan teknik penyiapan lahan konservasi dapat berhasil baik pada tanah
dengan tekstur ringan sampai sedang dan ditunjang oleh drainase yang baik .
Pada
tanah dengan tekstur ringan, sedang, dan berat, penyiapan lahan dengan sistem
TOT dan gulma disemprot dengan herbisida berbahan aktif glifosat sebanyak 3
l/ha, hasil jagung tidak berbeda antar tekstur tanah. Di beberapa tempat, hasil
jagung dengan teknologi TOT lebih baik dibanding teknik olah tanah sempurna
(OTS) maupun OTM. Keunggulan teknik TOT di sini adalah mengurangi biaya untuk
pengolahan tanah dan pengairan. Hasil yang lebih tinggi dari teknik TOT
diperoleh pada kondisi lingkungan tumbuh tanaman yang lebih baik, terutama dari
aspek kecukupan lengas tanah. Penanaman jagung dengan teknik TOT lebih awal satu
bulan dibanding OTS, sehingga sisa air setelah padi dapat dimanfaatkan oleh
tanaman jagung. Mundurnya waktu penanaman pada teknik OTS karena menunggu
turunnya lengas tanah untuk dapat diolah.
Persiapan
lahan untuk tanaman jagung meliputi pengolahan tanah dan pembuatan saluran
drainase. Pengolahan tanah dapat dilakukan 2 (dua) kali, pertama kegiatan
pembongkahan tanah dan kedua meratakan, menghaluskan serta membersihkan gulma
dan sisa tanaman. Kemudian dibuat saluran di sekeliling lokasi pertanaman. Pada
tanah berpasir, pengolahan tanah dapat dilakukan secara minimum sedangkan pada
tanah berlempung berat maka pengolahan tanah dilakukan secara sempurna. Untuk
tanah yang mempunyai struktur yang gembur, pengolahan tanah tidak perlu
dilakukan secara sempurna, cukup diolah sepanjang barisan tanaman sedalam
lapisan olah, yaitu sekitar 2-4 cm.
2. Pemilihan Varietas
Di
antara komponen teknologi produksi, varietas unggul memegang peran penting
dalam peningkatan produksi jagung. Perannya sangat menonjol dalam potensi
hasil/satuan luas, komponen pengendalian hama/penyakit (toleran), kesesuaian
terhadap lingkungan, dan preferensi konsumen. Kini telah banyak benih varietas
unggul jagung yang dipasarkan. Dari segi jenisnya, dikenal dua jenis jagung yakni
hibrida dan komposit (sari bebas). Dibanding jenis komposit, jagung hibrida
umumnya mempunyai kelebihan yaitu potensi hasilnya yang lebih tinggi dan
pertumbuhan tanaman lebih seragam. Varietas unggul jagung yang akan diusahakan
sebaiknya mempunyai kriteria sebagai berikut:
·
Hasil per satuan luas relatif tinggi
·
Tanggap terhadap pemupukan
·
Berumur pendek
·
Beradaptasi baik padaa berbagai kondisi
llingkungan
·
Mempunyai batang yang kokoh dan tahan rebah
·
Tahan terhadap hama penting
·
Biji keras dengan warna biji merata
·
Kandungan protein biji cukup tinggi
3.
Persiapan
Benih
Mutu
benih sangat menentukan produktivitas jagung yang akan dihasilkan, selain itu
penggunaan benih bermutu juga menentukan jumlah benih yang akan dipakai per
satuan luas.
Ciri-ciri
benih yang baik adalah:
·
Bebas hama dan penyakit
·
Daya tumbuh di atas 80%
·
Biji sehat, berisi dan
tidak keriput serta tidak mengkilat
·
Tidak bercampur dengan
varietas lain
·
Penampilan tanaman
seragam
·
Kebutuhan benih jagung
di lahan kering ±25 kg/ha dengan jarak tanam 70x30 cm.
4.
Penanaman
Cara penanaman
tanaman jagung harus memperhatikan kondisi kelembaban tanah. Pada saat tanam
tanah harus cukup lembab tapi tidak terlalu basah. Untuk lahan kering penanaman
dapat dilakukan dua kalli dalam setahun yaiut pada Bulan Oktober atau November
dan pada Bulan Maret atau April. Cara penanaman diusahakan dengan jarak yang
teratur, baik dengan ditugal maupun mengikuti alur bajak. dengan kedalaman 3-5
cm.
Dalam
1ha populasi tanaman optimal berkisar antara 62.500 - 100.000 tanaman, dengan
jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman/lubang atau 75 cm x 20cm, 1
tanaman/lubang. Untuk varietas lokal pada musim penghujan jarak tanam 75cm x 30
cm, 2 tanaman/lubang. Untuk jagung hibrida, jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1 tanaman/lubang
dapat memberikan pertumbuhan dan hasil produksi yang lebih baik. Penanaman
dapat juga dilakukan dengan sistem dua baris (double row), yaitu jarak tanam
(100 cm x 50 cm) x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang. Setelah 15 hari dilakukan
penjarangan sekaligus penyulaman pada tanaman yang mati agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik dan optimal serta seragam.
5.
Pemupukan
Hasil produksi
tanaman jagung dipengaruhi oleh pupuk, apabila budidaya tanaman jagung tidak
dilakukan pemupukan maka produksi jagung akan rendah. Sebaliknya apabila pemupukan
yang dilakukan berlebihan akan berpengaruh negatif terhadap lingkungan dan
produksi serta dapat menurunkan hasil pendapatan petani, oleh karena itu pemberian
dan penggunaan pupuk harus memperhatikan aspek efisiensinya.
Dosis
pemupukan jagung di lahan kering adalah; 300 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP-36, dan
100 kg/ha KCL. Semua dosis SP-36 dan KCI dan 1/3 dosis urea diberikan saat
tanam, 2/3 bagian urea diberikan pada umur 4 minggu. Apabila menggunakan urea
tablet, pupuk diberikan pada umur t 10 hari biasanya dilakukan bersamaan dengan
penyiangan. Atau pemupukan dapat dilakukan dengan Cara ditugal ± 7 cm disekitar
tanaman atau goretan (parit) yang dibuah disamping tanaman sepanjang barisan,
setelah pupuk diberikan kemudian ditutup.
6.
Pemeliharaan
Pemeliharaan
tanaman meliputi penyiangan (sanitasi), pembumbunan, pengaturan drinase dan
aerasi. Pengturan aerasi sangat penting untuk memperlancar aliran udara yang
masuk dan keluar ke petakan tanamn agar terhindar dari serangan penyakit yang
disebabkan oleh jamur atau busuk pelepah (Rhizoctonia sp). Pertumbuhan jagung
akan lebih baik apabila tidak terjadi persaingan dengan gulma dalam mendapatkan
unsur hara, terutama pada fase pertumbuhan awal.
Penyiangan
pertama dapat dilakukan pada umur 10-15 HST dan penyiangan kedua dilakukan pada
umur 20-30 HST bersamaan dengan pemupukan ke-2. Pada daerah yang sulit tenaga
kerja, gulma dapat dikendalikan dengan penyemprotan herbisida pra tumbuh
seperti a.l : Goal, Saturn-D, Gramaxone, Command, Ronstar dll. Dengan dosis
sesuai anjuran Coammad.
7.
Pengendalian
HPT
Hasil
jagung dipengaruhi oleh keberadaan hama penyakit di lapangan. Hama yang sering
mengganggu tanaman jagung adalah penggerek batang, lalat bibit, yang disebut
hama utama. Sedangkan beberapa hama lain seperti penggerek daun, belalang,
penggerek tongkol dan kutu daun disebut hama kedua. Penyakit yang paling
penting yang menyerang tanaman jagung selain Bulai (Corn Downy mildew), adalah
penyakit hawar daun, busuk pelepah, penyakit karat, bercak daun, busuk tongkol
dan busuk batang.
Pengendalian
hama penyakit dapat dilakukan dengan menerapkan kaidah pengendalian hama
terpadu (PHT) yang komponen-nya terdiri dari penanaman varietas tahan
pengelolaan kultur teknis yang tepat dan penggunaan pestisida. Pengendalian
lalat bibit : dengan Karbofuran (misal : Furadan, Dharmafur, Regent dll).
Karbofunen diberikan 4-5 butir bersamaan tanam ditempatkan dalam lubang
tanaman. Pengendalian Penggerek Pucuk dengan Karbofuran ditempatkan pada titik
tumbuh. Pengendalian penyakit Bulai dengan menggunakan varietas tahan dan
perlakuan benih 5 gram Ridomil setiap 1 kg benih.
Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman
jagung adalah sebagai berikut:
·
Penanaman varietan yang
toleran terhadap hama/penyakit utama
·
Pemusnahan tanaman yang
sakit
·
Pengaturan pola tanam
·
Penggunaan fungisida
cukup efektif untuk mencegah perkembangan penyakit bulai
8.
Panen
dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah biji pada tongkol masak yang ditandai
dengan terbentuknya lapisan hitam pada lembaga dan tongkol telah menguning dengan biji mengkilap dan apabila ditekan dengan kuku tidak membekas. Jika tidak segera dikonsumsi atau dijual, maka
sebaiknya jagung dipanen bersama klobotnya agar biji tidak mudah rusak dan
dapat disimpan selama 3- 4 bulan. Pada saat panen kadar air harus dalam kondisi
yang rendah yaitu 14-15%. Bila kadar air tinggi 17-20% menyebabkan
terjadinya susut hasil besar. Hal ini ada kaitannya dengan hama yang ada di
tempat penyimpanan.
Jagung
hibrida mempunyai potensi hasil yang tinggi. Potensi hasil tersebut dapat
dimaksimalkan apabila selama budidayanya kita dapat memberikan lingkungan
produksi yang optimal bagi tumbuh kembangnya tanaman. Oleh karena itu jagung
hibrida memerlukan komponen teknlogi produksi yang optimal yang perlu kita
persiapkan sebelum kita menngusahakan jagung hibrida.
Indonesia
saat ini sudah mampu memproduksi benih jagung hibrida dengan produksi yang
tidak kalah dengan benih jagung hibrida impor. Benih-benih jagung hibrida dalam
negeri sebagian besar diprosuksi oleh Balai Penelitian Sereal (BALLITSEREAL)
Maros. Jenisnya anatara lain Bima 1 sampai Bima 11.
Sumber:
Ir. Gede N. Wirawan, Ir. Moh. Ismail Wahab. Rakitan Paket Teknologi
untuk mendukung Program peningkatan produksi jagung di Jawa Timur SATPEL Bimas
Propinsi Jawa Timur
Rahmi dkk. 2009. Teknologi budidaya jagung hibrida balai penelitian tanaman
serealia tersedia di http://203.176.181.70/bppi/lengkap/sereal21.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar